Wacana Islam Nusantara Berasal Dari Ketidakpahaman Tentang Islam - Serambi Minang
Beranda / Berita / Wacana Islam Nusantara Berasal Dari Ketidakpahaman Tentang Islam

Wacana Islam Nusantara Berasal Dari Ketidakpahaman Tentang Islam

islam-nusantaraserambiMINANG.com – Nama “Islam Nusantara” belakangan sangat banyak menguak di media masa. Islam nusantara seolah disebut sebagai identitas dari orang Indonesia, dan dalam setiap wacana Islam Nusantara ini disebutkan, ada dua hal yang perlu diperhatikan dan hampir selalu menjadi pendampingnya. Pertama, memperbandingkan dengan tindak kekerasan, perlawanan militan ataupun ke identikan dengan perang dan ketidak demokratisan (muslim) di timur tengah. Pada point ini ada semacam kesan yang ditinggalkan “Islam (Timur Tengah) adalah Islam yang tidak toleran dan anti perbedaan. Juga disiratkan bahwa ajaran Islam di Timur Tengah itu sangat berbahaya.Dan terkesan ada dua ajaran yang berbeda dalam satu nama “Islam”, meskipun itu tidak pernah ada. Kedua, setiap Islam Nusantara disebut, maka kerap kali setelahnya dihubungkan dengan sudut pandang barat, sepertinya Islam harus dijembatani ke barat, dan Islam harus menyesuaikan diri dengan barat. Lihat saja berita Kompas.com edisi 17 juni 2015 tentang Islam Nusantara pada paragraf pertama disebutkan

“Islam Nusantara yang berwajah toleran dan moderat dapat menjadi model yang bisa mengubah pandangan negatif negara-negara Barat terhadap Islam selama ini. Oleh karena itu, Islam Nusantara yang lentur dengan budaya lokal perlu lebih dikenalkan ke dunia internasional.

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah negara di Timur Tengah dan Eropa sering mengundang cendekiawan Muslim Indonesia. Mereka ingin mengetahui lebih dalam tentang Islam yang berkembang di Indonesia atau Islam Nusantara yang wajahnya sama dengan Islam washatiyyah, yaitu Islam yang ada di tengah, tidak berada dalam kutub ekstrem dalam pemahaman dan pengamalannya.”

Dari artikel di atas ada hal yang perlu dipertanyakan, apa urusannya Islam harus sesuai dengan sudut pandang barat?? Kalau seandainya memakai sudut pandang barat yang materialis dan hedonis itu sudah sangat bertolak belakang dengan Islam. Saya bertanya-tanya tentang kalimat “…….dapat menjadi model yang bisa mengubah pandangan negatif negara-negara Barat terhadap Islam selama ini”. Sepenting apakah sudut pandang barat terhadap Islam sehingga Islam harus sesuai dengan kehendak barat? Hal itu mengarah kepada kepentingan apa yang mengharuskan barat begitu ngotot untuk menghancurkan Islam. Dan yang tidak masuk akal pada pemerintahan Indonesia hari ini, dari Presiden hingga menteri dan anak buahnya serentak bicara “Islam Nusantara”. Pertanyaannya adalah, seberapa pentingkah hal itu diungkapkan dtengah krisis besar yang melanda negeri ini? Atau ada apa dengan pemerintahan, apakah pemerintahan hari ini juga menjembatani Islam dengan barat? Kita tak pernah tahu, tapi kita merasakan apa yang diperbuat tangan-tangan tak terlihat ala barat.

Kemudian kalimat selanjutnya juga disinggung washatyiah, disini perlu dipertanyakan apakah yang mereka maksudkan dengan washat it sendiri. Kalau dipakai makna washat dari kalangan ulama yang shohih maka tidak perlu nama Islam Nusantara. Maka yang tepat adalah umat Islam yang bermoral dan tidak ada hedonisme, dan Islam adalah cara hidup dalam segala hal, tidak hanya sebatas kerukunan dan toleransi.

Sudut pandang barat tidak lepas dari dukungan untuk wacana Islam Nusantara. Dalam memperbandingkan dan menyudutkan Islam, senantiasa ada dualisme standar yang selalu memposisikan umat Islam harus sesuai keinginan “barat”. Terlepas benar atau salah, ketika situasi yang terbentuk tidak sesuai kepenringan barat, maka itu adalah ‘salah’. Hal ini sering kali tidak disadari. Pada paragraf selanjutnya dalam artikel yang dimuat kompas.com tersebut dijelaskan

“Selama ini agak sulit menemukan model demokrasi di dunia Muslim. “Arab Spring” yang dimulai 2011 sempat memberikan harapan tumbuhnya demokrasi di dunia Arab. Namun, yang kemudian terjadi adalah kekacauan dan kembalinya rezim militer ke pusat kekuasaan”

Baca :   Kalau Dulu Nenek Moyang Kita Meng-Islamkan Nusantara Sekarang Islam Yang Akan di Nusantarakan

Hal yang sangat mencolok dalam “Arab Spring” (yang kata-kata ini juga pemberian barat) adalah kasus kudeta presiden Terpilih Mesir DR. Mohammad Morsi oleh militer. Barat (read: Amerika) dengan seronoknya mendukung pengkudetaan ini. Padahal Morsi adalah presiden terpilih yang syah melalui demokrasi. Bahkan pendukung morsi (read: ikhwanul muslimin) dicap sebagai teroris. Dan sebanyak 526 orang pendukung morsi (ikhwanul muslimin) dihukum mati dibawah pemerintahan kudeta. Tentu hal ini mengundang reaksi banyak pihak di mesir dan melakukan berbagai aksi menentang pengkudetaan. Lantas inikah yang merupakan keburukan yang di nisbatkan kepada Islam? Sedangkan Presiden kudeta As Sisi sampai sekarang tidak mendapat sedikitpun pertentangam dari polisi dunia tersebut, lalu dimanakah demokrasi itu sebenarnya? Tariq Ramadhan pernah pernah berkomentar dalam salah satu acara di al jazera tentang demokrasi dan Arab Spring. “..the question is not to know if muslim are ready for democracy, the true question is – is the west ready for muslim to inspired democracy? “

 Inilah yang dikatakan di atas ketika democracy sudah dijalankan, tapi ketika itu tidak sesuai kepentingan dan keinginan barat maka itu “salah”. Umat Islam sering dibenturkan dengan HAM dalam berbagai kasus, tapi ketika umat Islam yang menjadi korban penindasan “HAM” seolah polisi HAM dunia itu hilang seketika, tentu kita masih ingat genosida di afrika, penjajahan Israel atas palestina, invasi amerika ke irak, lalu di manakah saat itu HAM diletakkan. Dualisme hukum yang selalu menyudutkan Islam.

Sebagai kesimpulan dari komentar  terhadap artikel yang dimuat kompas.com adalah bahwa wacana Islam Nusantara seperti yang dipaparkan adalah berasal dari ketidakpahaman tentang Islam. Islam dimanapun tetap Islam dengan pokok ajaran yang sama, tidak ada Islam Arab ataupum Islam Nusantara. Kalau ada Nusantara terus apakah nanti juga ada Islam Minang, Islam Bugis, Islam Jawa, dsb ?

Dalam penjelasan artikel tersebut dipaparkan “Hegemoni Islam politik harus diganti dengan Islam yang ditopang oleh nilai-nilai agama, yang berwajah toleran dan menciptakan perdamaian. Dengan pertimbangan ini, Islam Nusantara ini harus lebih dikenalkan ke masyarakat Eropa sehingga mereka bisa memahami wajah Islam yang sebenarnya”

Disini Islam dipahami parsial dan diwarnai momok politik. Islam adalah agama yang universal. Yang mengatur setiap garis kehidupan manusia. Tidak ada pemisahan kehidupan politik, negara, masyarakat dari nilai Islam seperti yang tersirat pada paragraf di atas.

“…..Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…..” (Al Maidah ayat 3)

Islam adalah agama yang sempurna. Sebelum manusia menyelesaikan hidupnya, Islam sudah selesai mengatur keperluan manusia. Tidak salah Abu Bakar Ash Shidiq berkata “kalau pelana kudaku hilang aku akan mencarinya dalam Al Qur’an”. Dari hal kecil hingga hal besar, dari kehidupan pribadi sampai bernegara, dari jomblo sampai naik pelaminan (hehe) semuanya telah diatur dalam Islam. Sekarang tinggal kita umat Islam mempelajari dan mengamalkan dengan penuh ketaatan, jangan seperti musuh-musuh Allah yang senantiasa ingin memadamkan cahaya agama Allah. Dan perlu diketahui, musuh Allah, orang-orang beriman tidak hanya dari kalangan orang-orang kafir, tapi juga orang munafik.

Lihat Juga

Tentang Andri Oktavianas

Koordinator #IndonesiaTanpaJIL Padang

Lihat Juga

Kalau Dulu Nenek Moyang Kita Meng-Islamkan Nusantara Sekarang Islam Yang Akan di Nusantarakan

serambiMINANG.com – “Lu kalau punya mobil nanti, jangan kaya gitu ya”. Demikian kira-kira celutukan rombongan …

Tinggalkan Balasan