MUI: Tak Perlu Ada Fatwa Rekaman Suara Pengajian di Masjid

, CNN Indonesia
MUI: Tak Perlu Ada Fatwa Rekaman Suara Pengajian di Masjid Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla saat berbincang dengan wartawan di kediamannya di kawasan Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Kamis, 25 September 2014. CNN Indonesia/Safir Makki
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Majelis Ulama Indonesia Slamet Effendy Yusuf menyatakan MUI tidak perlu mengeluarkan suatu fatwa mengenai pelarangan pemutaran rekaman pengajian sebelum salat di masjid seperti yang diharapkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurut MUI keinginan JK tersebut cukup disampaikan dalam bentuk imbauan.

“Soal itu tidak usah menggunakan fatwa, remeh temeh. Melalui imbauan saja cukup seperti yang sudah disampaikan oleh Pak JK,” ujar Slamet kepada CNN Indonesia, Senin (8/6).

JK menyatakan keinginannya itu dalam pidatonya di pembukaan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia yang berlangsung pada 7-10 Juni 2015 di Pondok Pesantren Attaudiyah Cikura, Tegal, Jawa Tengah. Menurut JK perlu ada sebuah fatwa khusus MUI soal rekaman pengajian yang diperdengarkan di masjid melalui pengeras suara. Slamet, yang juga Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ikut menghadiri acara pertemuan ulama tersebut. (Baca: JK: Hentikan Rekaman Pengajian yang Diputar di Masjid)

Slamet mengatakan fatwa yang dikeluarkan MUI adalah untuk hal-hal yang sifatnya penting dan mendasar bagi kehidupan seperti hukum pemimpin yang ingkar janji, proses pembuatan undang-undang, dan terorisme. “Yang penting-penting begitu, kalau soal rekaman pengajian difatwakan namanya berlebih-lebihan,” katanya.

Jadi, lanjut Slamet dengan tegas, tidak perlu dikeluarkannya suatu fatwa yang mampu membentuk satu koridor jelas soal rekaman pengajian itu seperti yang diminta JK.

Meski begitu Slamet mengaku sangat memahami yang dimaksud oleh JK. “Itu untuk edukasi. Duduk perkaranya agar masjid berfungsi riil, sebagaimana mestinya, sebagai tempat mengaji dan belajar mengaji,” tuturnya.

Slamet mengatakan, JK yang juga sebagai Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) menghendaki agar masjid dapat dimakmurkan oleh umat dengan menampilkan keasliannya. “Kalau mengaji, wiridan, atau bahkan azan harus yang asli, bukan dengan menyetel kaset begitu,” ujar Slamet. “Jadi yang sejatinya,” lanjut dia.

Bukan adu keras

Tak hanya mengkritik soal rekaman pengajian yang diperdengarkan di masjid, JK setahun lalu juga mengkritik suara azan masjid yang sistem suaranya terlalu keras sehingga malah terdengar memekakkan telinga.

“Iya Pak JK juga ingin agar suara azan juga dapat terdengar dengan lantunan yang merdu, terdengar nyaman dan tenang,” ujar Slamet. (Baca: Muhammadiyah: JK Minta Ritual Beragama Jangan Mengganggu)

Slamet sangat setuju bila setiap masjid di seluruh Tanah Air memperhatikan hal tersebut sehingga tidak asal seperti berlomba saling keras. “Pengeras suara di masjid memang harus diatur. Itu dulu juga sudah disampaikan Pak JK,” ucap Slamet.

Mantan anggota DPR/MPR ini lantas menyebutkan jarak rata-rata masjid di Indonesia ada di setiap 200 hingga 500 meter. “Bisa dibayangkan kan kalau setiap masjid bersamaan memperdengarkan rekaman pengajian dan juga azan yang suaranya keras melalui pengeras suara,” tutur Slamet. (obs)

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
JK dan Kontroversi Rekaman Pengajian
0 Komentar
Embed Video