kasurau – Kita tengah berada dalam kondisi ummat yang terbiasa dipinggirkan, difitnah bahkan di hinakan. Saat ini, pasukan syaithan lebih dominan sementara para pendukung kebenaran berada dalam kondisi lemah dan tertekan. Agama Allah hanya dipraktekkan dalam wilayah yang sedikit dari bumi Allah yang luas ini. Membuka aurat menjadi suatu yang lumrah. Sementara berjilbab dan menjaga diri dianggap sebagai prilaku menyimpang dan aneh. Mencuri dan berbohong menjadi wajar dan sangat biasa dilakukan, sementara sikap amanah, waro’ menjaga diri dari yang syubhat, anti korupsi menjadi prilaku asing dan bisa dibenci. Lalu kejujuran dan sikap konsisten juga dianggap sebagai masalah yang memicu kebencian selanjutnya.
Siapakah yang mampu bersabar terhadap semua tekanan ini dan tetap berpegang pada agamanya dengan serangan bertubi-tubi kecuali orang–orang yang kuat, orang-orang yang mempunyai tekad dan semangat baja??
Maka sesungguhnya berpegang kuat dan komitmen kokoh kepada agama, adalah defenisi kekuatan paling utama yang harus kita miliki. Luqman sudah memahami inti kekuatan ini. Ia menyebutkan bahwa berpegang pada agama dan mendakwahkannya tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang-orang kuat dan bertekad kokoh. Perkataan Luqman diabadikan dalam firman Allah SWT :
”Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman : 17)
Kalimat ”washbir alaa maa ashaabak” (dan bersabarlah dari apa yang menimpa kamu) dalam ayat ini, merupakan kalimat kunci dalam perjuangan dakwah kepada kebenaran. Kesabaran itulah yang menjadi kunci kekuatan bagi para pejuang dan penyeru dakwah.
Sayyid Quthb dalam Fii Zilalil Qur’an, menyebutkan ”Inilah jalan aqidah yang telah digariskan. Mentauhidkan Allah. Merasakan pantauan Allah, bahwa Allah melihat semua yang ada pada dirinya, yakin dan percaya kepada keadilan Allah, takut akan hukumanNya. Kemudian berpindah pada seruan manusia dan memperbaiki kondisi mereka, dan memerintahkan mereka kepada yang ma’ruf dan melakukan perbekalan untuk menghadapi peperangan dengan manusia. Dengan bekal yang sejati, bekal ibadah kepada Allah, menghadap kepada Allah melalui shalat, kemudian dengan kesabaran atas apa yang menimpa juru dakwah, baik kekerasan jiwa, penolakan hati manusia, cacian lisan hingga siksaan tangan, ujian dalam masalah harta dan jiwa ”sesungguhnya hal itu termasuk azmul umuur..” (fii zilalil Qur’an, 5/2790)
Mengerjakan ibadah sesuai perintah Allah SWT adalah saluran energi dan kekuatan baru buat kita. Semakin kuat disiplin kita melukan ibadah shalat (berjamaah di masjid), maka semakin banyaklah energi kekuatan yang kita peroleh. Semakin kuat konsistensi kita menjaga zikir dan tilawah Al-Qur’an, semakin bertambahlah kekuatan kita. Sebaliknya, semakin sedikit kita mengerjakan amal-amal ibadah, semakin lemahlah kita. Semakin minim kita melakukan kebaikan dan pengorbanan di jalan kebenaran, semakin mudahlah kita terguncang, tidak stabil lalu lunglai dan jatuh.
Mengasah kekuatan melalui zikir dan tilawah al-Qur’an
Setiap kali seorang mukmin mengingat Allah, maka ia bersama Allah dan Dia bersama kita. Kita bersama Dzat yang Maha Kuta, Maha Kaya, Maha Memaksa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Pemberi Rizki; di tangan-Nya segala urusan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’ad : 28)
Setiap kali seorang mukmin berzikir pada Allah dengna menyebut salah satu nama atau sifatNya, maka akan ada pengaruh dan kesan istimewa dalam jiwa serta hatinya.
”Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah : 152)
[98] Maksudnya: Aku limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu.Karena zikir memikili nilai kebaikan yang banyak, maka Allah menyeru kita agar dzikir pada-Nya di semua kesempatan dan waktu, hingga kita terhalang dari mendapat kebaikan dan kebersamaan dengan-Nya itu. Allah berfirman :
”Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. ” (Al-Ahzab : 41-43)
” (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Qs. Ali Imran : 191)
Bahwa zikir yang dimaksud pada Allah itu adalah dzikir dengan hati sebelum dengan lisan. Bila seorang hamba dzikir pada Allah dengan hatinya, maka hal itu akan tercermin pada anggota badannya, bila lisab berzikir maka ia tidak akan mengatakan kecuali yang baik, dan seterusnya.
Marilah kita melihat madrasah Rasulullah SAW yang tercermin dalam sirah dan sunnahnya. Bagaimana kaum muslimin generasi pertama berinteraksi dengan Al-Qur’an ; Mereka mengagunggkan Al-Qur’an ketika mendengar atau membacanya, sebab ia adalah kalam Allah, dzat Yang maha Agung, Maha Besar dan Maha Tinggi. Mereka mendengarkannya penuh konsentrasi, mentadabburi dan memahaminya dengan meninggalkan segara hal yang dapat menghalangi pemahaman, setiap mereka mendengarkan seoalah-olah dialah yang dikehendaki Allah dengan perintah dan larangan-Nya, dan mereka terkesan dengan segala yang terkandung di dalamnya, baik nasehat, pelajaran, ancaman atau kabar gembira.
Setiap kali mendengar seruan ”Wahai orang-orang yang beriman, ” mereka memperhatikan dengan serius dan konsentrasi penuh terhadap arahan, perintah atau larangan yang disampaikan setelah seruan itu, lalu mereka menerima dan melaksanakannya dengan teliti, penyerahan diri secara mutlak, dan keredhaan penuh; tanpa ragu, tanpa bimbang, atau menunda-nunda. Sebab itu bukan seruan manusia, tetapi seruan Allah Yang menciptakan manusia, Yang berkuasa atas segala-galanya.
”Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka[1045] ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. an-Nuur : 51)
Mengasah kekuatan melalui shalat
” Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[99], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah : 153)
[99] ada pula yang mengartikan: Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.Shalat merupakan hubungan dengan Allah SWT, hubungan antara tiupan ruh Allah dengan sumber aslinya untuk memperoleh kehidupan dan barokah dari-Nya. Dan shalat adalah cara mendekatkan diri pada Allah dan mersra dengan-Nya. Rasulullah bersabda ”Dijadikan ketentraman hatiku dalam shalat.”
Shalat juga merupakan refreshing dan membebaskan diri dari berbagai kesibukan dan suka duka kehidupan untuk menghadap Allah SWT dengan khusyu’, tunduk, ruku’ dan sujud. Apabila Rasulullah mendapatkan persoalan rumit, ia segera menuju shalat. Maka ia mendapatkan ketenangan, ketentraman dan taufiq. Ketundukan dan rukuk di hadapan Allah dapat membekali pelakunya dengan nilai kemuliaan dan izzah. Karenanya, orang shalat tidak akan tunduk dan tidak akan membungkuk dengan penuh hormat, kecuali kepada Allah.
”(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah[1222], mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.” (Q.S. Al-Ahzab : 39)
[1222] Maksudnya: para Rasul yang menyampaikan syari’at-syari’at Allah kepada manusia.Sujud di hadapan Allah adalah setinggi-tinggi tingkatan keimanan. Di dalamnya tercermin penghambaan mutlak kepada Allah, keredaan yang tulus dihadapanNya. Sikap komitmen pada gerakan-gerakan shalat seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, adalah cermin penghambaan secara total kepada Allah dan penerimaan secara mutlak terhadap perintah-perintah Allah.
Kebersihan badan, pakaian dan tempat dan berwudhu untuk persiapan shalat dapat mentarbiyah muslim untuk selalu bersih dan menghindari berbagai kotoran dan najis, baik yang nampak maupun tidak. Kebersihan lahir ini kemudian di lengkapi dengan kebersihan batin dari segala hal yang membuat Allah murka. Memenuhi panggilan shalat saat mendengar azan dan meninggalkan berbagai kesibukan dunia adalah cermin dari mujahadah untuk memperkuat tekad, memperkokoh kemauana, dan mengalahkan keinginan-keinginan hawa nafsu.
Dengan begitu, daya tarik dunia tidak akan memperdayakannya dari mengingat Allah, beramal dan berjihad di jalan Allah.
Mengasah Kekuatan Melalui Puasa
Firman Allah SWT ” Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (Q.s. Al-Baqarah : 183)
Puasa memberi pakaian taqwa pada pelakunya. Ia adalah benteng dan perisai dari berbagai kejahatan dan fitnah bagi pelakunya. Puasa membimbing pelakunya untuk mengikhlashkan niat kepada Allah dan merasa selalu dipantau Allah, sebab puasa merupakan rahasia antara hamba dengan Tuhannya. Dan keikhlasan merupakan bekal yang paling dibutuhkan oleh setiap muslim yang menapaki jalan dakwah.
Dalam puasa pun ada mujahadah terhadap keinginan-keinginan nafsu dan fisik. Hal itu dapat menguatkan kehendak dan tekad seoarang muslim. Hal ini untuk melatih diri dan memberi kekuatan menghindari apa-apa yang diharamkan Allah atas dirinya. Puasa juga membangun sifat sabar pada pelakunya. Dengan kesabaran mereka dapat mengatasi segala rintangan dan meneruskan perjalanan dakwah tanpa kelemahan, kelesuan atau menyerah.
” Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah Karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Q.S. Ali Imran : 146).
Puasa dapat menumbuhkan sifat santun (tidak mudah marah) terhadap orang-orang jahil dalam diri pelakunya. Bila seseorang menantangnya, mencelanya, atau memancing kemarahannya, maka ia menahan amarahnya, berlaku santun, dan mengatakan ”Sesungguhnya saya sedang berpuasa.” Alangkah butuhnya para kita pada akhlak ini; yaitu pengendalian jiwa, kelapangan dada, dan tidak marah karena kepentingan diri. Dan ini sangat membantu keberhasilan dakwah.
”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Q.S. Ali – Imran : 159)
[246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.Penutup
Demikianlah, salah satu sumber kekuatan utama kita adalah keteguhan dan komitmen kita untuk mendekat kepada Dzat Yang Maha Kuat. Melakukan amal-amal yang dapat mendekatkan jarak antara kita dengan Yang Maha Kuasa. Wajarlah bila suatu ketika Imam Ibnu Taimiyah ra ditanya oleh salah seoarang muridnya, apa alasannya ia selalu duduk berdzikir setelah shalat shubuh hingga matahari terbit. Guru Ibnul Qayyim Al Jauziyah ra itu menjawab, ”Dzikir ini adalah sarapanku. Kalau aku tidak sarapan dengan ini, maka kekuatanku akan melemah.”
Semoa Allah membimbing kita selalu untuk bisa mengambil dan memperbaharui perbekalan, mengasah kekuatan diri tuk menunaikan dan mengemban amanah melalui hal-hal tersebut.
Oleh : Jund1
Dikutip dan dirangkum dari :
Meraih Kekuatan dari Yang Maha Kuat , M. Lili Nur Aulia
Fiqh Dakwah Jilid 2, BAB : Bekal Dakwah, Syaikh Musthafa Masyhur