Beranda / Uncategorized / Ulama Berpolitik? Siapa Bilang Tidak Boleh

Ulama Berpolitik? Siapa Bilang Tidak Boleh

kasurau – Assalamu ‘Alaikum. Wr.Wb. Pak ust, saya pernah baca bahwa dalam Siyasah Syar’iyah (politik yang berlandaskan syariat), bahwa yang layak terjun ke dalam dunia politik dan menjadi umara (para pemimpin) adalah para ulama, bukan orang yang awam tehadap agama? (dari 081345228xxx)

Jawab:

Wa ‘Alaikum Salam Wr Wb. Bismillahirrahmanirahim.

Ya, seharusnya demikian. Dalam urusan politik dan manajemen kenegaraan harusnya diserahkan kepada ahli ilmu (ulama) sebagaimana pada awal-awal Islam. Dahulu, para Khalufa’ur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali), selain seorang pemimpin mereka juga adalah ulama di kalangan sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Umar bin Abdul Aziz, seorang mujtahid, dan pembaharu abad pertama dalam Islam. Dia juga seorang khalifah. Namun, zaman telah berubah, ketika semangat keberagamaan melemah, otomatis politik yang diterapkan saat ini bukanlah siyasah syar’iyah (politik yang sesuai syariat). Melainkan politik kepentingan, politik Machiavelli yang tubarritul washilah (menghalalkan segala cara) untuk melanggengkan kekuasaan.

Para politisi zaman ini umumnya bukanlah orang yang faham agama, baik pokok dan cabangnya. Mereka umumnya adalah para Ar Ruwaibidhah yang diisyaratkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
 
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda: “Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh kedustaan, saat itu pendusta dipercaya, sementara orang jujur malah didustakan, saat itu para pengkhianat diberi amanah, sedangkan orang yang menjaga amanah justru dikhianati , dan saat itu para Ar Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya: “Apakah Ar Ruwaibidhah itu?” Rasulullah menjawab: “Seseorang yang bodoh tapi sok mengurus urusan orang banyak.” [1]

Justru anehnya, ketika ulama ingin terjun dalam dunia politik, -selain memang politik adalah salah satu sisi yang diatur oleh Islam-, mereka ingin mencoba menerapkan moralitas politik berbasiskan syariat. Namun, justru mereka dicela, dituduh menjual agama, meninggalkan ‘kandang’ (maksudnya harusnya mereka mengurus permasalahan pesantren saja). Padahal dibalik celaan itu, orang-orang itu takut kalau-kalau kezaliman mereka dibongkar oleh para ulama. Namun demikian, politik saat ini merupakan ranah yang amat berbahaya buat orang shalih dan alim. Mereka bisa berubah lantaran godaan dunia yang sangat terbuka ketika masuk ke gelanggang politik. Ini juga barangkali kekhawatiran sebagian orang jika ulama masuk ke dunia yang penuh getah seperti politik.

Dalam institusi Daulah Islamiyah yang establish, ada yang dinamakan Ahlul Halli wal Aqdi (semacam parlemen). Orang-orang yang layak mendudukinya adalah harus alim, ahli ijtihad, taqwa, dan berwibawa. Demikianlah karakter ahlusy syura yang dipilih oleh Khalifah Umar pada akhir masa jabantannya. Artinya, keulamaan seseorang sangat menentukan layak tidaknya dia dimasukkan ke dalamnya.

Apa Kata Al Quran?

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْك
 
“Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan ulil Amri di antara kalian..” (QS. An Nisa (4): 59)

Siapakah Ulil Amri yang dimaksud oleh ayat ini? Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan:

وقال علي بن أبي طلحة، عن ابن عباس: { وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ } يعني: أهل الفقه والدين. وكذا قال مجاهد، وعطاء، والحسن البصري، وأبو العالية: { وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ } يعني: العلماء.
 
“Berkata Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu ‘Abbas: “Dan Ulil Amri di antara kalian” artinya ahli fiqih dan agama. Begitu pula menurut Mujahid, Atha’, Hasan Al Bashri, dan Abu al ‘Aliyah: “Dan Ulil Amri di antara kalian” artinya ulama.”[2]

Baca :   Belajar Bijak Dan Seni Menyikapi Keadaan Dari Tafsir As-Sa'dy

Sedangkan Imam Ibnu Katsir sendiri mengartikan ulil amri adalah umara (para pemimpin) dan ulama. Berdasarkan hadits Bukhari dan Muslim berikut:

من أطاعني فقد أطاع الله، ومن عصاني فقد عصا الله، ومن أطاع أميري فقد أطاعني، ومن عصا أميري فقد عصانى
 
“Barangsiapa yang taat kepadaku, maka dia telah taat kepada Allah, barangsiapa yang membangkang kepadaku maka dia telah membangkang kepada Allah, barangsiapa yang mentaati amir (pemimpin)ku, maka dia taat kepadaku, dan barangsiapa yang membangkang kepada pemimpinku maka dia telah membangkang kepadaku.”

Demikianlah makna ulil amri. Para ulama salaf mengartikan ulama, ahli agama, dan ahi fiqih. Merekalah yang dahulu memainkan peran dalam sistem perpolitikan Islam pada masa’masa awal.

Apa kata hadits?

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاء
 
“Adalah Bani Israel bahwa mereka disiyasahkan (diatur, dipimpin, diperintah) oleh para nabi.” [3]
Jadi politik (siyasah) adalah warisan kenabian, karena dahulu para nabi telah mensiyasahkan Bani Israil. Bukan orang awam yang mengatur dan memerintahkan mereka, tetapi para nabi ‘Alaihim As Shalatu was Salam. Maka, para ulama sebagai warasatul anbiya, sebenarnya lebih layak berpolitik. Tetapi, kondisi saat ini adalah kondisi penuh fitnah, sekulerisme yang lebih kuat, kondisi di mana umat Islam tidak lagi percaya dengan ulama, suka meledek ulama (termasuk para ABG di multipy). Mereka baru bertanya kepada ulama ketika ada urusan wanita haid, nifas, dan penentuan awal ramadhan dan akhirnya. Tetapi urusan kenegaraan, urusan politik, urusan hukum, urusan hudud, urusan hubungan antara negara, dan urusan besar lainnya. Ulama ? No Way!! .

Dalam Islam, ahli agama bukanlah rohaniawan yang hanya mengurus rohani, itulah ruhbaniyah, itulah nasrani. Dalam Islam, sebagai agama yang syumul (lengkap), ahli agama adalah mengatur banyak hal aspek kehidupan umatnya, oleh karena itu dia disebut ‘ulama.’ Bukan rohaniawan.
 
Demikian pandangan siyasah syar’iyah dalam Islam. Wallahu A’lam

Oleh : Ustadz Farid Numan Hasan

—***
[1] HR. Ibnu Majah, Kitab Al Fitan Bab Syiddatiz Zaman, Juz. 12, Hal. 44, No hadits. 4026, dan lafal hadits ini adalah berdasarkan riwayat Ibnu Majah. Ahmad, Juz. 16, Hal. 112, No hadits. 7571. Ath Thabarani, Mu’jam Al Kabir, Juz. 12, Hal. 437, No hadits. 14550. Musnad Abu Ya’la, Juz. 8 Hal. 241, No hadits. 3615. Al Hakim, Mustadrak ‘Alas Shahihain, Juz. 19, Hal. 331, No hadits. 8571. Katanya: Shahih sanadnya, tetapi Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya. Menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani hadits ini hasan. LihatAs Silsilah Ash Shahihah, Juz. 4, Hal. 386, No hadits. 1887.
[2] Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Juz. 2, Hal. 345.
[3] HR. Bukhari, Kitab Ahadits Al Anbiya Bab Ma Dzikira ‘An Bani Israil, Juz. 11, Hal. 271, No hadits. 3196.

Lihat Juga

Tentang Abu Faguza Abdullah

Hai orang-orang mu'min, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (Q.S. Muhammad: 7)

Lihat Juga

Awas ! Ini Tanda – Tanda Jin Menyukai Anda

SerambiMINANG.com -Jin merupakan mahluk Allah dan mereka juga hampir sama dengan kita walaupun berada di …

Tinggalkan Balasan

Ulama Berpolitik? Siapa Bilang Tidak Boleh - Serambi Minang