Beranda / Uncategorized / Syarah Bulughul Maram, Bab Puasa (1): Puasa Sehari Dua Hari Sebelum Ramadan Dan Pada Hari Meragukan

Syarah Bulughul Maram, Bab Puasa (1): Puasa Sehari Dua Hari Sebelum Ramadan Dan Pada Hari Meragukan

KASURAUBersama Ustadz Abdullah haidir, LC
Dari Riyadh, Makkah

Ngaji lagi yuk. Kita bahas hadits-hadist dlm kitab Bulughul Maram, bab Puasa. Semoga bermanfaat.

Haditsno. 650.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ:قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ  صلى الله عليه وسلم:لاَ تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ, إِلاَّ رَجُلٌ كَانَيَصُومُ صَوْمًا, فَلْيَصُمْهُ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dia berkata, ‘Rasulullah shallallahu alaihi wa sallambersabda, “Jangan kalian mendahului Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari. Kecuali seseorang yang berpuasa dengan puasa tertentu, maka hendaklah dia berpuasa.” (Muttafaq alaih)

Pemahaman danKesimpulan:

Para ulama menyimpulkan bahwa hadits ini mengandung pemahaman larangan berpuasa sebelum bulan Ramadan sehari atau dua hari, jika tujuannya hanya kehati-hatian saja (khawatir kalau Ramadan sudah masuk sementara diatidak tahu).

Dikecualikan dari larangan ini adalah orang yang telah terbiasa berpuasa pada hari itu, seperti puasa Senen Kamis, puasa pertengahan bulan. Atau dia memiliki kewajiban puasa yang harus dia lakukan, seperti puasa qadha,kafarat atau nazar. Berdasarkan ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam (إلا رجل كان يصوم صوما فليصمه) “Kecuali seseorang yang berpuasa dengan puasa tertentu, makahendaklah dia berpuasa.”

Di antara hikmah pelarangan dalam hadits ini adalah;

1)  Tidak boleh melakukan suatu ibadah yang telah ditentukan waktunya, sebelum waktunya telah masuk dengan jelas.

2)  Ibadah yang sudah ditentukan dengan jelas bilangan dan jumlahnya, tidak boleh ditambah dan dikurangi.

3)  Hendaknya ada jeda yangjelas antara ibadah wajib dan ibadah sunah jika jenisnya sama. Sebagaimanadalam shalat Fardhu, hendaknya ada jeda dengan shalat rawatib yang dilakukan sebelum dan sesudahnya.

4)  Hadits ini juga memberi isyarat bahwa tidak selamanya sikap ihtiyath (hati-hati) itu baik. Khusunya ihtiyat yang bersifat memberatkan dan dapat mengaburkan pengamalan ibadah.

Hadits no. 651

وَعَنْ عَمَّارِ بْنِيَاسِرٍ – رضي الله عنه – قَالَ: مَنْ صَامَ اَلْيَوْمَ اَلَّذِي يُشَكُّ فِيهِفَقَدْ عَصَى أَبَا اَلْقَاسِمِ صلى الله عليه وسلم  (وَذَكَرَهُاَلْبُخَارِيُّ تَعْلِيقًا, وَوَصَلَهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ,وَابْنُ حِبَّانَ(

Dari Ammar bin Yasir, radhiallahu anhu, dia berkata, “Siapa yang berpuasa pada hari yang diragukan (yaumusysyak), maka dia telah bermaksiat kepada Abul-Qasim, shallallahu alaihi  wa sallam.”

Baca :   Mantap, Sumatera Barat Kembali Terima Penghargaan Citra Karya Bangsa

Bukhari meriwayatkan hadits ini dengan cara ta’liq/mu’allaq, sementara perawiyang lima (Ahmad, Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah) menyambung sanadnya. Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.

Catatan:

Hadits mu’allaq (معلق) adalah hadits yang tidak disebutkan rangkaian perawi pada awal sanadnya. Dalam hal ini Bukhari dalam Kitab Shahihnya ketika mencantumkan hadits ini tidak menyebutkan perawinya di awal sanadnya.

Pemahamandan Kesimpulan:

Yang dimaksud ‘Hari yang meragukan (yaum syak)’ adalah hari tanggal 30 bulan Sya’ban. Apabila menjelang maghrib tanggal 29 bulan Sya’ban, hilal Ramadan tidak dapat terlihat karena mendung atau terhalang sesuatu, maka hari tanggal 30 nya disebut hari syak (meragukan), apakah sudah masuk Ramadan atau belum? Sebab ketika itu tidak jelas, apakah hilal Ramadan sesungguhnya telah terbit, namun tidak terlihat karena mendung atau sebab lainnya, atau dia memang benar-benar tidak muncul. Maka pada hari itu dihitung sebagai hari ketigapuluh bulan Sya’ban. Seseorang tidak boleh berpuasa dengan niat puasa sunah ataupuasa Ramadan. Kecuali, sebagaimana disebutkan hadits sebelumnya, orang yang terbiasa puasa sunah pada hari itu atau yang memiliki kewajiban puasa.

Yang dimaksud dengan Abul-Qasim dalam hadits ini adalah Rasulullah shallallahualaihi wa sallam. Al-Qasim adalah putera Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari perkawinannya dengan Khadijah yang meninggal sejak kecil. Begitulah seterusnya kuniyah beliau dikenal.

Hadits ini mengandung kaidah fiqih yang cukup dikenal, yaitu (اليَقِينُ لاَ يُزَالُبِالشَّكِّ) “Yang telah diyakini tidak dapat dihilangkan dengankeraguan.” Bulan Sya’ban sudah diyakini keberadaannya sejak sebelumnya, sedangkan Ramadan masih diragukan kedatangannya. Maka, selagi kedatangan bulan Ramadan masih diragukan, hukumnya kembali kepada yang masih diyakini, yaitu bulan Sya’ban yang tidak diwajibkan berpuasa padanya.

Kasus yang sering dicontohkan para ulama terkait kaidah ini adalah bahwa jika seseorang telah berwudhu di rumah, laludia pergi ke suatu tempat, setibanya di sana timbul keraguan pada dirinya,apakah wudhunya batal atau tidak? Maka dia pilih yang telah diyakini bahwa wudhunya tidak batal. Karena yang diyakini adalah bahwa dirinya telah berwudhu, sedangkan batalnya masih diragukan.

Hadits ini menguatkan hadits sebelumnya untuk tidak berpuasa sehari (atau dua hari) sebelum Ramadan karena kehati-hatian.

Wallahua’lam.

Lihat Juga

Tentang Abu Faguza Abdullah

Hai orang-orang mu'min, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (Q.S. Muhammad: 7)

Lihat Juga

Bulan Ramadhan Menurunkan Kecintaan Pada Dunia dan Menaikkan Kecintaan Pada Akhirat

serambiMINANG.com – Apabila seorang mukmin telah bertekad untuk berjuang di jalan Allah, memenangkan agamaNya dan …

Tinggalkan Balasan

Syarah Bulughul Maram, Bab Puasa (1): Puasa Sehari Dua Hari Sebelum Ramadan Dan Pada Hari Meragukan - Serambi Minang