Beranda / Uncategorized / Syarah Bulughul Maram, Bab Puasa (2); Bagaimana Menetapkan Awal Dan Akhir Ramadan

Syarah Bulughul Maram, Bab Puasa (2); Bagaimana Menetapkan Awal Dan Akhir Ramadan

KASURAUBersama Ustadz Abdullah haidir, LC
Dari Riyadh, Makkah

Hadits no. 652

 عَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا  قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليهوسلم – يَقُولُ:

(إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُفَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ (مُتَّفَقٌ عَليه

DariIbnu Umar radhiallahu anhuma, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian melihatnya (hilal Ramadan), maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya (hilal Syawal), maka berbukalah (berlebaran). Jika kalian terhalang (untuk melihatnya), maka perkirakanlah.” (Muttafaq alaih)

وَلِمُسْلِمٍ: ” فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْفَاقْدُرُوا  لَهُ ثَلاَثِينَ “

Dalam riwayat Muslim, terdapat riwayat dengan redaksi,

“Jika kalian terhalang (melihat hilal), maka perkirakanlah menjadi tigapuluh (hari).”

وَلِلْبُخَارِيِّ: ” فَأَكْمِلُوا اَلْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ”

Dalam riwayat Bukhari, terdapat riwayat dengan redaksi,

“Maka sempurnakanlah bilangan (harinya), menjadi tigapuluh.”

Hadits no. 653

وَلَهُ فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضيالله عنه –:فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ .

Dalam riwayatnya (Bukhari) dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu, (beliaubersabda), “(Jika hilal tidak dapat terlihat), maka sempurnakan bilangan (hari di bulan) Sya’ban menjadi tiga puluh (hari).”

Pemahaman dan Kesimpulan:

· Kata ganti ketiga (dhamir ghaib) ‘ـه’ dalam kalimat (رأيتموه) yang dimaksud adalah ‘hilal’ (bulan tsabit pertanda awalbulan), berdasarkan susunan kalimat yang dapat ditangkap.
 
· Kata (رأيتموه) menunjukkan disyariatkannya ‘ru’yatulhilal’ (melihat hilal) sebagai cara menentukan awal dan akhir bulanRamadan. Maka maksud dari hadits di atas adalah, “Jika kalian telah melihat hilal awal bulan Ramadan, maka mulailah puasa Ramadan. Dan jika kalian telah melihat hilal Syawal, maka selesaikanlah puasa Ramadan.”  Jadi penekanannya, berdasarkan hadits ini,adalah apakah hilal terlihat atau tidak. Bukan sekedar ada atau tidak. Sebab, bisa jadi hilal ada, namun tidak terlihat karena berbagai sebab, maka tetap tidak dianggap.
 
· Pemahaman kebalikan (mafhum mukhalafah)dari hadits ini adalah, “Jika kalian tidak melihat hilal Ramadan maka janganlah mulai berpuasa. Dan jika kalian tidak melihat hilal Syawal, maka janganlah mulai berbuka (berlebaran).”Walaupun berdasarkan perkiraannya, ada.
 
· Ungkapan (فاقدروا له) dalam hadits no. 652 memiliki beberapa penafsiran di kalangan ulama, di antaranya;

1) Maknanya adalah dipersempit (seperti maknadalam surat Ath-Thalaq: 7). Maksudnya jadikan Sya’ban menjadi dua puluh sembilan hari. Maka berarti, hari setelahnya dianggap sebagai hari pertama Ramadan dan di perintahkan berpuasa. Penafsiran ini terbantahkan dengan sendirinya dengan hadits sebelumnya (no. 651) dan juga oleh penjelasan Rasulullah shallallahualaihi wa sallam dalam riwayat lain hadits ini.
 
2) Maknanya adalah ‘perkirakan’ yaitu dengan menggunakan hisab. Maksudkan gunakan sistim penghitungan berdasarkan ilmu falak (astronomi) untuk menetapkan akhir Sya’ban dan awal Ramadan, atau akhir Ramadan dan awal Syawal. Penafsiran inilah yang menjadi salah satu dalil bagi orang yang menjadikan hisab sebagai penentu awal dan akhir Ramadan.
 
3) Maknanya adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat lain hadits ini ditambah hadits no. 653, yaitu: Sempurnakan Sya’ban menjadi tiga puluh hari. Maka kata (فاقدروا له) dikatakan bersifat mujmal (umum) yang membutuhkan tafshil (perincian), dan perinciannya terdapat dalam sabda Nabi saw juga, yaitu (فأكملواعدة شعبان ثلاثين).
 
· Penafsiran ketiga adalah yang paling  kuat dan menjadi pegangan jumhur ulama. Karena penafsiran hadits dengan hadits lebih diutamakan dibanding penafsiranmanusia lainnya.

Baca :   Bunga Bank, Bagaimana Duduk Perkaranya?

· Karena itu, berdasarkan kedua hadits diatas, seluruh mazhab yang empat berpendapat bahwa penetapan awal dan akhir Ramadan hanya ada dua cara secara berurutan.

–         Pertama : Harus diupayakan terlebih dahulu ru’yatul hilal (melihat hilal).
–         Kedua : Jika langkah pertama  tidak dapat terlaksana, baik karena terhalang  awan atau lainnya, maka diambil cara kedua, yaitu menyempurnakan bilangan hari bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari. Karena jumlah hari dalam bulan hijriah hanya 29 dan 30 hari.
 
·        Secara praktis, orang yang berpatokan dengan hisab, jauh-jauh hari sudah dapat menetapkan hari dan tanggal permulaan puasa Ramadan. Sedangkan orang yang berpatokan pada ru’yatul hilal, hanya dapat memperkirakan saja, sedangkan kepastiannya baru dapat ditentukan pada sore hari tanggal 29 bulan Sya’ban, apakah saat itu hilal terlihat atau tidak. Jika terlihat, maka saat itu baru dapat ditetapkan bahwa esoknya adalah permulaan Ramadan. Sedangkan jika tidak, maka esoknya dianggap sebagai penyempurna bulan Sya’ban, yaitu hari/tanggal ke 30.

·     Kasus: Sesesorang mulai berpuasa di sebuah negeri, lalu dia safar ke negeri lain dan berlebaran di sana. Apabila penenetuan awal dan akhir Ramadan negeri sebelumnya berbeda dengan negeri yang kini dia tempati, berdasarkan apa dia menentukan akhir Ramadan? Para ulama memfatwakan bahwa dia hendaknya ikut berlebaran bersama kaum muslimin di tempat dia berada ketika itu. Jika dengan itu jumlah hari puasanya 29 atau 30 atau 31 hari, maka hal itu tidak mengapa. Tapi jika karena itu jumlah hari puasanya menjadi hanya 28 hari, maka hendaknya dia mengqadha satu hari yang kurang. Karena bulan Qamariah (hijriah) minimal adalah 29 hari .  Wallahu a’lam.

Lihat Juga

Tentang Abu Faguza Abdullah

Hai orang-orang mu'min, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (Q.S. Muhammad: 7)

Lihat Juga

Bulan Ramadhan Menurunkan Kecintaan Pada Dunia dan Menaikkan Kecintaan Pada Akhirat

serambiMINANG.com – Apabila seorang mukmin telah bertekad untuk berjuang di jalan Allah, memenangkan agamaNya dan …

Tinggalkan Balasan

Syarah Bulughul Maram, Bab Puasa (2); Bagaimana Menetapkan Awal Dan Akhir Ramadan - Serambi Minang