Beranda / Uncategorized / Anak, Hambatan atau Jembatan Kebahagiaan

Anak, Hambatan atau Jembatan Kebahagiaan

KASURAU – Banyak orang mendambakan untuk miliki keturunan yang sehat, sholeh/sholehah, dan berprestasi cemerlang. Sebagian tidak butuh waktu panjang untuk mendapatkan momongan, sebagian yang lain perlu usaha tambahan untuk mendapatkan keturunan. Seperti apapun penantiannya, kehadiran sang buah hati selalu menambah keceriaan di rumah. Sayangnya, kegembiraan yang muncul di hari-hari pertama kehadirannya tak semuanya bertahan lama. Seiring waktu keletihan mulai membayang-bayangi dalam keseharian papi-mami, selimut kehangatan berubah menjadi kegerahan.

Tiba-tiba timbul kerinduan pada keadaan seperti dulu sewaktu belum ‘terganggu’ oleh tangisan bayi, rutinitas memandikan pagi – petang, mengganti popok, menyiapkan makanan, hingga keletihan-keletihan yang berhubungan dengan kesehatan. Anak menjadi beban sekaligus hambatan untuk menggapai kebahagiaan.

Lalu sadar ataupun tidak, atas keadaan yang tak terkendali dari hari ke hari mulai keluar kata-kata excuse.

“Maaf ya saya terlambat karena ngurusin si kecil dulu”.
“Hoam…ngantuk banget nih semalem lembur ngurusin si dedek”.
“Sorry ya, saya ga maksimal menyelesaikan tugasnya, semalem si kecil rewel”.
“Hmm jadi ga bisa menikmati saat berduaan dengan suami/istri lagi nih, ada si kecil yang minta perhatian”.

Mungkin kata-kata yang muncul tidak seekstrim contoh-contoh di atas, tapi setidaknya kalimat yang semisal dengan itu pernah terdengar baik dari penuturan orang tua langsung ataupun baca dari status teman-teman di media sosial. Bahkan ada juga yang (seolah) mengeluh karena karir terhambat atau malah terhenti karena harus mengurusi si buah hati yang dulunya dinanti.

Pertanyaannya sekarang – sebagai pembelajaran buat kita semua – kenapa ada orang yang ‘merasa’ anak sebagai penghalang bagi kesuksesan ataupun kegembiraan di tengah keluarga?

Beberapa orang coba mengabaikan ‘ketidaksenangannya’ dengan kondisi yang ada. Yang terjadi adalah dia menyimpan api dalam sekam yang suatu ketika berubah menjadi api yang membara dan membakar segalanya.

Satu jawaban yang sering saya sampaikan ketika mendapatkan pertanyaan seperti di atas baik saat talkshow “Inspirasi Keluarga” di radio Classy 103.4 FM ataupun saat sesi tanya jawab dalam kelas-kelas parenting juga dalam seminar tentang pengasuhan anak adalah bahwa kebanyakan pasangan menjadi orang tua tanpa memiliki ilmunya.

Baca :   Walikota di Prancis Serukan Pelarangan Agama Islam di Prancis

Coba perhatikan teman-teman kita yang bekeja di dunia perbankan, mereka bekerja tak lebih dari 10 jam / hari, 5 hari dalam seminggu, ada libur, ada cuti, ada juga tanggal merah. Tidak hanya mereka dituntut memiliki kualifikasi pendidikan yang tepat mereka juga dituntut memiliki ketrampilan tambahan. Sebelum resmi bekerja mereka juga harus masuk kelas pelatihan dan mengikuti periode magang. Setelah bekerja pun mereka selalu diupgrade.

Nah, bagaimana dengan mereka yang menjadi orang tua? Berapa lama jam kerja orang tua dalam sehari? Adakah libur ataupun cuti? Lalu apa kualifikasi pendidikannya? Skill tambahan seperti apa yang dimiliki? Kapan ikut kelas pelatihannya? Dimana dan dengan siapa menjalani proses magangnya? Dan kapan terakhir UpGradingnya?

Demikianlah kenyataan yang ada saat ini, sebagian besar orang tua mengasuh anaknya dengan ilmu dan ketrampilan parenting yang terbatas. Akhirnya ada kecenderungan untuk mengulang pola asuh sebagaimana mereka pernah alami. Bila cara yang dilakukan tak mendapatkan hasil yang diharapkan mulailah mencari kesalahan lingkungan dan zaman. Padahal kita tidak mungkin menyelesaikan masalah terkini dengan pola pikir masa lalu, karena itu menjadi orang tua haruslah dengan ilmu.

So, mari terus menambah ilmu parenting dan terus upgrade diri agar miliki cukup skill untuk mewujudkan impian kebahagiaan yang didambakan. Dengan ilmu kita kan dapatkan kebenaran bahwa anak merupakan jembatan untuk meniti perjalanan penuh kebahagiaan di dunia menuju kebahagiaan abadi di akhirat nanti.

Selamat mengawali hari baru, di bulan baru, dengan semangat baru.
Beribu maaf dari saya yang banyak salah dan khilaf.
Terus belajar dan berlatih walau langkah sering tertatih.
Let’s be a Learner.

Wassalam

Hasbi, SS, MEdM
Family Coach & Parenting Expert
Follow me on twitter @HasbiParenting

Lihat Juga

Tentang Abu Faguza Abdullah

Hai orang-orang mu'min, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (Q.S. Muhammad: 7)

Lihat Juga

Awas ! Ini Tanda – Tanda Jin Menyukai Anda

SerambiMINANG.com -Jin merupakan mahluk Allah dan mereka juga hampir sama dengan kita walaupun berada di …

Tinggalkan Balasan

Anak, Hambatan atau Jembatan Kebahagiaan - Serambi Minang