Beranda / Uncategorized / Hari Pahlawan dan Fatwa Jihad

Hari Pahlawan dan Fatwa Jihad

KASURAU – Seorang pengusaha berusia 75 tahun dan aktif mengikuti pengajian Zhuhur di sebuah masjid di kawasan Kuningan Jakarta, berkata kepada kami bahwa ia pernah berteman dengan Bung Tomo, seorang tokoh yang mengobarkan semangat jihad arek-arek Suroboyo untuk mengusir Belanda sehingga meletus perang 10 November 1945. Peristiwa yang selanjutnya hari itu ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.

Ia pernah bertanya kepada Bung Tomo, “Mas Tom,” begitu ia menyapa Bung Tomo, “apa yang menyebabkan Anda begitu sangat bersemangat untuk mengobarkan semangat jihad pemuda-pemuda Surabaya dengan meneriakkan pekik Allahuakbar?” Bung Tomo menjawab bahwa ia baru saja sowan (menghadap) Hadhratusy Syaikh Kiai Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, Jombang, dan beliau berfatwa bahwa wajib hukumnya bagi umat Islam Indonesia untuk melawan dan mengusir Belanda dari Tanah Air.

Fatwa itulah yang mengilhami dan mendorong Bung Tomo untuk melakukan kewajiban agama dengan membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk melawan Belanda. Begitulah cerita singkat yang disampaikan oleh seorang pengusaha tadi kepada kami.

Ada beberapa pelajaran penting yang dapat diambil dari lahirnya Fatwa Jihad Kiai Hasyim Asy’ari yang disampaikan pada 24 Oktober 1945 itu. Pertama, Fatwa Jihad Kiai Hasyim Asy’ari itu adalah masalah agama.

Dalam kitab-kitab fikih (hukum Islam) disebutkan, apabila musuh telah memasuki wilayah Tanah Air dalam radius Masafatul Qashr (jarak yang membolehkan seorang musafir mengqashar shalat) dari tempat tinggalnya, maka kita wajib (fardhu ain) untuk melawan dan mengusir mereka. Pada saat yang sama, membela Tanah Air adalah sebuah kewajiban terhadap negara. Karenanya, Islam sebenarnya tidak pernah memisahkan antara agama dan negara.

Kedua, Fatwa Jihad Kiai Hasyim Asy’ari yang saat itu menjadi rais akbar Partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) memberikan legitimasi bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 adalah negara yang sah menurut syariat Islam. Dalam Kitab Bughyatul Mustarsyidin halaman 152 karya al-Qadhi Abdurrahman Ba’alawi, mufti negeri Hadhramaut, beliau mengatakan, setiap wilayah yang didiami oleh orang-orang Islam dan mereka mampu membela dirinya dari serangan lawan, maka secara otomatis wilayah tersebut menjadi darul Islam (negeri yang sah menurut syariat Islam).

Karenanya, negeri Betawi dan semua negeri Jawa adalah darul Islam. Fatwa Ba’alawi ini lahir sebelum Indonesia merdeka. Kiai Hasyim Asy’ari tentu tidak akan mengeluarkan fatwa untuk membela negara apabila negara itu tidak sah menurut hukum Islam.

Baca :   Dicari Pemuda Rindu Masjid, Bukan Perindu Sinetron !

Ketiga, Fatwa Jihad Kiai Hasyim Asy’ari juga menunjukkan bahwa jihad tidak identik dengan terorisme. Jihad hukumnya wajib, sedangkan terorisme hukumnya haram. Selain itu, jihad memiliki syarat dan aturan-aturan tertentu, misalnya tidak membunuh orang yang tidak memerangi kita, tidak membunuh orang tua, wanita, dan anak-anak. Sementara, terorisme tidak memiliki syarat dan aturan-aturan. Ia akan membinasakan semua orang tanpa pandang bulu. Tiga makna inilah yang dapat diambil, minimal dari lahirnya Fatwa Jihad Kiai Hasyim Asy’ari.

Pada akhir Oktober 2014 yang lalu, di kompleks Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang, diresmikan penggunaan Museum Hasyim Asy’ari oleh Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Prof Dr Kacung Marijan. Museum ini menyimpan koleksi peninggalan Kiai Hayim Asy’ari, baik berupa tulisan maupun yang lain.

Dalam buku Sejarah Indonesia, mungkin kita tidak dapat menemukan tulisan tentang Fatwa Jihad Kiai Hasyim Asy’ari di atas. Kendati demikian, Fatwa Jihad Hasyim Asy’ari tetap merupakan bagian dari sejarah Indonesia karena sejatinya sejarah adalah apa yang terjadi, bukan apa yang tertulis.

Apabila sejarah adalah apa yang tertulis, maka banyak materi sejarah yang tidak diakui sebagai sejarah karena ia tidak tertulis. Sebaliknya, banyak hal yang bukan sejarah tetapi disebut sejarah karena ia tertulis dalam buku sejarah.

Dalam perspektif ilmu hadis, berita tentang Fatwa Jihad Kiai Hasyim Asy’ari itu masuk dalam kategori berita mutawatir, yaitu berita massal yang diterima dari generasi ke generasi (minimal setiap generasi ada 10 orang dan mereka mustahil bersekongkol untuk melakukan kebohongan). Berita seperti itu diterima sebgai sebuah argumen dan valid untuk menjadi rujukan.

Salah satu wasiat Bapak Dr Moh Natsir adalah umat Islam jangan sekali-kali meninggalkan ulama karena ulama bersama para santrinya telah memainkan peran yang sangat penting dalam membela negara dan mengusir penjajah dari Tanah Air. Puncaknya adalah Fatwa Jihad Kiai Hasyim Asy’ari yang mengilhami Bung Tomo untuk mengobarkan pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Ali Mustafa Yaqub
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

(Republika)

Lihat Juga

Tentang Abu Faguza Abdullah

Hai orang-orang mu'min, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (Q.S. Muhammad: 7)

Lihat Juga

Awas ! Ini Tanda – Tanda Jin Menyukai Anda

SerambiMINANG.com -Jin merupakan mahluk Allah dan mereka juga hampir sama dengan kita walaupun berada di …

Tinggalkan Balasan

Hari Pahlawan dan Fatwa Jihad - Serambi Minang