KaSURAU – Ada kesalahpahaman sebagian orang terhadap hadits : “Ya Allah hidupkan aku dlm keadaan miskin, matikan aku dalam keadaan miskin dan kumpulkan aku di hari berbangkit dlm golongan orang-orang miskin” (Hadits Abu said al Khudri dan Ubadah bin Shomit, shohih jami’ no 1261)
Akibat salah paham, sebagian orang membiarkan diri dalam kemiskinan, sebagian lain menolak hadits ini dan menvonisnya sebagai hadits “dhaif”(lemah), karena menganggap bertentangan dengan hadits nabi yang berlindung dari kemiskinan.
Padahal maksud dari “miskin” dalam hadits ini adalah “rendah hati dan hidup bersahaja”.
Imam Ibnu al Atsir berkata :” Beliau (Rasul) maksudkan dengan ucapan itu adalah tawadhu’ dan rendah hati, dan jangan sampai menjadi seorang yang sok kuasa dan sombong”
Begitulah adanya keseharian Rasul, jauh dari gaya hidup orang yang sombong, baik dalam penampilan atau gerak-gerik tubuhnya
Beliau duduk bersama hamba sahaya dan fakir miskin, makan sebagaimana mereka makan. Ketika datang orang asing mencari beliau, dan saat itu beliau di kerumunan sahabatnya, mereka tidak tahu yang mana Rasulullah. Beliau menjahit sandal, menambal baju, memerah susu kambing, menggiling gandum dengan budak-budak.
Dan saat seorang laki-laki gemetar dan takut menemui beliau, beliau berujar : “santai saja, saya bukan raja, saya hanyalah anak seorang perempuan dari Quraisy di Makkah yang dulu makanannya adalah roti murah nan keras ”
Jadi, tidak benar ada anjuran untuk hidup miskin, yang ada anjuran untuk tawadhu’, dan jika bisa kaya atau super kaya tapi tetap rendah hati, maka itu jauh lebih baik dari miskin rendah hati.
Ustadz Firman Bahar, Lc