KaSURAU – Sesungguhnya ini hanya catatan kecil dari hari-hari ku.
Ada pelajaran berharga yang saya dapatkan beberapa hari yang lalu. Setelah beberapa bulan teakhir, dengan izin Allah saya mendapatkan seorang rekan kerja yang memiliki lisan yang sangat tajam. Tak pandang bulu, siapapun bisa kena iris ketajaman lidahnya. Tak jarang wajah lawan bicara bisa langsung memerah, menahan marah, malu atau tersinggung luar biasa. Aku cukup sering berinteraksi dengannya. Sejak awal mengenal kebiasaannya tersebut, sudah muncul keinginan tuk membicarakan baik-baik masalah lisan yang cenderung tak terkendali itu. Apalagi kalau melihat sebenarnya peluang memperbaiki itu ada dalam diri sang kawan. Tapi entahlah, sampai berbulan-bulan hal itu belum juga ku lakukan.
Sampai kejadian kemaren itu, tajamnya lisan itu langsung mengarah padaku. Kalau biasanya aku hanya melihat dan ikut meringis saat orang lain yang terkena tajam ucapannya, maka kali ini giliranku. Sampai semalaman aku memikirkan kejadian siang itu, apa salah apa dosaku?? Banyak beristighfar, teringat kata bijak “buruknya perlakuan makhluk bisa jadi gambaran buruknya hubungan dan interaksi dengan Rabb seluruh makhluk.”
Duhh akibat menunda-nunda kebaikan nih. Kalau bukan hukuman ini mungkin tegurann. Beti ya, beda tifis.
Ini hanya teguran kecil buatku, teguran yang kemudian merefresh ingatanku tentang peringatan dari Rasulullah bahwa selamatnya lingkungan dari aktivitas dakwah kita sesungguhnya keselamatan bagi diri sang du’at sendiri, selain selamat dari azab akhirat juga dari keburukan yang menimpa di dunia, yang itu bisa berarti azab yang didulukan olehNya tuk mereka yang tak menyeru.
Simaklah perkataan Rasullah SAW dalam sebuah hadist “Perumpamaan orang yang tegak di atas hukum-hukum Allah dengan orang yang melanggarnya seperti kaum yang menempati posisinya di atas bahtera, ada sebagian yang mendapatkan tempat di atas, dan ada sebagian yang mendapat tempat di bawah. Mereka yang berada di bawah jika akan mengambil air harus melewati orang yang berada di atas, lalu mereka berkata: “Jika kita melubangi bagian bawah milik kita dan tidak mengganggu mereka..” Kalau mereka membiarkan keinginan orang yang akan melubangi, mereka semua celaka, dan jika mereka menahan tangan mereka maka selamatlah semuanya”. (HR. Bukhari)
Ah, ini memang teguran buatku, astaghfirullahal hal’adziim.
Satu lagi pelajaran dari kejadian itu, dulu saat menemukan suatu yang tidak menyenangkan dengan lingkungan, keputusan ku biasanya langsung menyusun langkah mundur, menarik diri, mencari aman dari buruknya lingkungan. Tapi kali ini entahlah, rasanya masih pengen menjajaki sejauh mana aku bisa bertahan dan memberi pengaruh.
Apalagi kemudian aku menemukan sebuah bahasan bagus dari majalah Ummi edisi terkahir,yang semakin menguatkan keiginan tadi. Untuk sharing ini kutipannya :
“Seseorang yang memilih untuk bergaul lebih baik daripada orang yang menghindar dari pergaulan. Dengan bergaul seorang muslim memiliki dua kemungkinan : pertama ia akan menampakkan jati dirinya sebagai seorang muslim, keduaia bias mengajak orang lain menuju kebaikan.
Dalam sebuah hadist Rasulullah menyebutkan Seorang muslim yang bergaul dan sabar terhadap gangguan orang, lebih besar pahalanya dari yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar menghadapi gangguan mereka. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Bagaimana tentang hadist nabi SAW bahwa orang yang berteman dengan penjual minyak wangi ia bias menjadi wangi, dst?? Hal ini tidak bermakna kita tidak boleh bergaul dengan siapa saja. Yang dimaksud adlah siapa yang dekat, bukan kemudian kita membatasi hubungan.
Dalam bergaul hal yang penting yang harus dimiliki ialah ia harus tau apa yang menjadi target,prinsip, dan tujuan hidupnya. Memahami betul apa-apa yang menjadi bagian hidupnya, dan apa yang harus diperjuangkan.
Apakah dengan bergaul dengan orang lain, orang lain akan berubah kearah kebaikan, atau sebaliknya justru terbwa pergaulan??
“Karenanya sejak awal kita harus memposisikan diri kita, dan orang lain jadi tau siapa kita. Kita bias bergabug dan bergaul dengan semua orang tetapi kita tunjukkan identitas kita dimanapun kita berada. Mungkin kita akan merasakan ketidaknyamanan ketika berada bersama orang-orang yang berbeda dengan kita. Tapi jangan lantas itu membuat kita kehilangan identitas kita sebagai seorang muslim.” Ustadz Samson Rahman, MA, IKADI.
Sebagaimana diungkap dalam sebuah hadist “Janganlah kamu menjadi orang yang tidak mempunyai sikap. Bila orang melakukan kebaikan maka akupun melakukannya. Namun bila orang melakukan keburukan maka akupun ikut melakukannya juga. Akan tetapi jadilah orang yang punya sikap dan keberanian. Jika orang melakukan kebaikan maka aku melakukannya. Namun jika orang melakukan keburukan maka aku tinggalkan sikap buruk mereka.” (HR. Tirmidzi)
Seorang yang punya prinsip tidak akan takut tidak diterima orang lain. Persoalannya seringkali orang menjadi ikut-ikutan karena ia berfikir bahwa jika ia tidak melakukan hal yang sama dengan mereka ia tidak akan diterima. Kalo seseorang bergaul agar mendapat pengikut, dipuja-puja, ia tidak akan mendapatkan apa-apa nantinya. Tapi kalo ia berfikir – bismillah, saya akan menularkan nilai-nilai Islam, maka ia akan punya daya tahan yang cukup panjang dan kesiapannya tuk mengubah sebuah komunitas, akan lebih kokoh.
Dan bekal untuk itu semua adalah pemahaman yang syumul dan benar tentang Islam, serta kemampuan berinteraksi dengan baik. Kemampuan ini mencakup, bagaimana membangun persepsi positif, membangun hu bungan dengan orang lain, membangun lobi dan seterusnya. Dan untuk itu seorang muslim harus kreatif, tidak cukup dengan satu cara, tetapi harus kreatif memikirkan banyak cara.”
Yup, sekarang tinggal memikirkan cara dan momen terbaik tuk menyampaikannya, tentang peringatan Rasulullah banyaknya jumlah wanita di neraka, tentang dua lubang yang banyak menjerumuskan, tentang muslim yang orang lain selamat dari lisan dan perbuatannya juga tentang pailitnya seseorang di akhirat akibat lalai menjaga lisan.
Semoga Allah memudahkan segalanya. Aamiin.