serambiMINANG.com – Pada kesempaatan kali ini saya ingin berbagi sedikit tentang pengalaman menarik yang pernah saya alami di kampus. Yang Insya Allah akan ada hikmah/pelajaran yang bisa kita ambil nantinya.
Pada suatu pagi, sekitar pukul 07.30 saya baru sampai dikampus. Setelah memarkir kendaraan, saya pun dengan langkah agak tergesa menuju ruang kelas karena khawatir terlambat. Karena terlambat adalah hal yang sangat saya benci dan selalu berusaha untuk dihindari. Nah, dengan agak tergesa saya pun melangkah menuju ruang kelas.
Di perjalanan itu lah saya kemudian kebetulan berpapasan dengan seorang teman yang saya tau ia seorang non Muslim. Seorang teman yang cukup ramah dan bersahabat menurut saya. Ia pun trsenyum pada saya, lalu beberapa detik kemudian spontan mengucapkan, “Assalamu’alaikum “.
Anda tentu bisa bayangkan bagaimana ekspresi saya ketika itu. Kaget? Ya jelas. Siapa sangka seorang non Muslim yang fanatik dengan agamanya-menurut pengamatan saya- tiba-tiba mengucapkan kalimat itu. Ya saya awalnya jelas kaget. Tapi kemudian segera tersenyum dan menjawab, “wa’alaikum salam” atas ucapan “Assalamu’alaikum” tersebut.
O ya, perlu sedikit saya jelaskan disini, bahwa memulai memberi salam terhadap sesama muslim itu sangat dianjurkan, dan menjawabnya fadhu khifayah. Tapi memulai memberi salam kepada non Muslim haram hukumnya. Namun, kalo mereka yang memulai memberi salam “Assalamu’alaikum”, maka boleh kita menjawabnya. Ini lah yang saya pahami mengenai permasalahan ini. Untuk penjelasan lebih lanjut, anda bisa merujuk kepada pendapat para ulama-ulama yang mahsyur dengan keluasan ilmu dan akhlaqnya. Diantaranya adalah Syaikh Muhammad bin shalih al Utsaimin(Ulama besar Saudi Arabia ). Silahkan buka kitab karya beliau yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Halal dan Haram Dalam Islam”, Insya Allah disana dijelaskan tentang permasalahan ini.
Nah, kembali ke cerita saya tadi. Pastinya teman saya yang beragama non Muslim ini tidaklah paham dengan apa yang ia ucapkan. Tapi pertanyaannya, kok bisa ia dengan spontan dan tanpa ragu-ragu untuk mengucapkannya? Apa motivasinya?
Lalu bagaimana dengan sebagian dari kita umat Islam yang tau artinya, paham maknanya tapi masih ragu-ragu , malu-malu atau bahkan enggan mengucapkannya ketika bertemu dengan saudaranya seakidah? Kenapa masih ada diantara kita yang seolah tidak percaya diri dengan ajaran Rosulullah SAW untuk menebarkan salam “Assalamu’alaikum”?
Bukankah harusnya kita merasa tersindir dan malu dengan teman saya tadi yang seorang non muslim?
Ucapan salam adalah ciri khas umat Islam. Ucapan salam inilah yang membedakan kita dengan umat lain. Agama lain. Ucapan salam mengandung banyak kebaikan. Ia adalah “resep” istimewa dari Allah dan RasululNya tentang bagaimana membangun sebuah hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang diantara sesama muslim.
Lihatlah bagaimana Allah mengajari kita dalam Al Qur’an melalui FirmanNya yang mulia,
“Dan apabila kamu diberi penghormatan dengan satu penghormatan maka jawablah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau paling tidak balaslah dengan yang serupa, sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan terhadap segala sesuatu.” (QS.4 :86)
Tidak cukup itu saja, bahkan Allah pun memperjelasnya melalui lisan baginda Nabi SAW, beliau bersabda,
“Kalian tidak akan masuk surga sebelum kalian beriman. Dan kalian tidak dikatakan beriman sebelum kalian saling mengasihi satu sama lain. Maukah kalian aku tunjukkan suatu perkara yang bila kalian kerjakan maka akan menyebabkan kasih sayang di antara kalian? Sebarkan ucapan salam di antara kalian.” (HR Muslim)
Jelas sekali dalam hadist diatas Rasulullah mengatakan bahwa salam dapat menumbuh rasa kasih sayang diantara sesama kita.
Mungkin ada yang bertanya, apa hubungannya salam dengan rasa kasih sayang?
Wahai saudaraku, ketahuilah bahwa salam itu adalah do’a. Maka ketika kita memberi atau menjawab salam, berarti kita telah mendo’akan saudara kita, agar ia mendapat keselamatan, rahmat dan berkah dari Alla azza wa jalla.
Maka bisakah kita bayangkan jika setiap kali kita bertemu saudara kita, teman-teman kita, kakak-kakak kita, adek-adek kita, dosen-dosen dan guru-guru kita, mitra kerja kita, bawahan kita, atasan kita dan kaum muslim pada umumnya, lalu kita pun saling mendo’akan satu sama lain melaui ucapan salam? Bagaimana mungkin rasa kasih sayang itu tidak akan muncul? Bukankah ucapan salam adalah tanda cinta kita kepada saudara kita? Sungguh indahnya ajaran Islam. Islam tidak mengajarkan kita untuk hanya mementingkan diri kita sendiri.
Islam tidak mengajarkan kita untuk hanya berdo’a bagi keselamatan diri sendiri, tapi Islam dengan keagungannya juga mengajarkan kita, mendidik kita untuk senantiasa peduli dengan saudara-saudara kita, mendo’akan saudara-saudara kita, tidak hanya dalam shalat kita, tapi setiap kali bertemu, setiap kali kita berinteraksi dengan saudara kita, baik itu dengan bertatap muka atau tidak-seperti berinteraksi melalui HP misalnya- kita dianjurkan untuk saling mendo’akan. Saling memohonkan kebaikan untuk saudara kita. Sungguh ini menjadi resep yang sangat ampuh untuk menumbuhkan hubungan yang harmonis diantara sesama muslim. Hubungan cinta dan kasih sayang.
Tidak hanya itu , bahkan terhadap orang yang sudah meninggal pun kita dianjurkan untuk mengucapkan salam.
Lihatlah bagaimana Rosulullah SAW mengajarkan kita untuk mengucapkan salam ketika melewati kuburan kaum muslimin, dengan do’a,
“ Assalamu’alaikum yaa ahlal qubuuri yaghfi rullahu lanaa wa lakum, antum salafuna wa nahnu bil atsari”,,(Semoga keselamatan tetap atas kamu, hai penghuni kubur, semoga Allah mengampuni kami dan kamu, kamu orang orang yang mendahului kami dan kami akan menyusul).” (HR. Tirmidzi)
Allahuakbar. Adakah agama seagung agama Islam?
Adakah syari’at yang begitu penuh dengan nuansa kasih sayang selain Islam? Adakah agama yang mendidik umatnya untuk berkasih sayang melebihi Islam?
Tidak hanya itu, bahkan salam adalah ucapan malaikat terhadap para penghuni sorga.
Allah SWT berfirman,
“(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salaamun`alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”.(QS.An Nahl:32)
Salam adalah ucapan para para penghuni sorga.
Allah Berfirman,
“Do’a mereka di dalamnya ialah: ‘Subhanakallahumma’, dan salam penghormatan mereka ialah: ‘Salam’. Dan penutup doa mereka ialah: ‘Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamin “ (QS.Yunus:10)
Salam adalah ucapan untuk para penghuni sorga.
“Dan diantara keduanya (Penghuni surge dan neraka) ada batas. Dan diatas ‘Araf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda tanda mereka, dan mereka menyeru penduduk sorga, “Salamaun ‘alaikum”(MUdah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan atas kalian)..” (QS: Al ‘Araf :46)
Begitu agungnya ucapan salam. Ia adalah ucapan orang-orang beriman di dunia dan di sorga kelak. Bahkan juga ucapan para malaikat terhadap para penghuni sorga. Lalu apa yang membuat sebagian umat Islam masih enggan mengucapkan salam?
Mari tanamkan dalam diri kita, “salam!salam!salam!tebarkan salam!tebarkan do’a! “Assalamu’alaikum “”
Kepada muslim mana saja. Baik yang kita kenal maupun yang tidak kita kenal sekalipun. Karena Dari Abdullah bin Amr (bin ‘Ash) radhiyallahu anhuma, ia berkata:
“Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “Amalan Islam apakah yang baik?” Beliau bersabda: “Engkau memberi makan (orang fakir dan miskin), dan mengucapkan SALAM kepada orang yang kau kenal dan yang tidak kau kenal.” (HR. Imam Al-Bukhari)
Maka wahai kamu Muslimin, tidak ada alasan untuk malas, malu-malu, ragu-ragu atau enggan untuk menebarkan salam. Bukankah harusnya kita bahagia jika kita saling mendo’akan? Bukankah harusnya kita sangat ingin agar kita mendo’akan saudara kita dan ia mendo’akan kita?
Ayo. Tebarkan salam “Assalamu’alaikum ” . Tebarkan do’a. Tebarkan cinta diantara sesama kita. Tunjukan pada dunia bahwa kita adalah umat Islam. Perlihatkan pada dunia ini bahwa kita umat Islam dengan ciri khas kita. Inilah kita umat Islam dengan jati diri kita: salam.
Wallahu’alam. Subhanaka laa ‘ilma lana. Illa maa ‘allamtana. Innaka Antal ‘alimul hakim.