serambiMINANG.com – Untuk kesekian kalinya kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kali ini yang dipanggil adalah Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Gatot Pujo Nugroho.
Walaupun penetapan Gatot sebagai tersangka terbilang cukup aneh, hanya melalui pesan singkat telepon genggam dan bukan konferensi resmi pimpinan KPK, namun hal ini akan semakin mencoreng partai dakwh tersebut.
Melihat fenomena tersebut, sudah saatnya PKS berbenah. APalagi pada Ramadhan tahun ini PKS mengusung slogan “Bulan Keinsyafan” sebagai tanda adalah memang sudah saatnya untuk berbenah.
Ada 2 hal yang harus dibenahi oleh PKS apakah itu dalam jangka panjang, maupun dalam jangka pendek.
Pertama, sudah saatnya PKS berbenah soal harta
Presiden PKS saat ini, Anis Matta, LC telah memberikan contoh yang baik bagi kader-kader PKS untuk berbenah dalam hal ini. Anis Matta mencontohkan bahwa dirinya sebelum menjadi anggota legslatif dari partai dakwah ini telah memiliki ekonomi yang cukup matang. Hal ini buka tanpa alasan, untuk dapat meminimalisir jika nanti begitu banyak godaan-godaan yang berserakan di Gedung Wakil Rakyat tersebut.
Anis Matta-pun kembali membuktikan hal tersebut dengan mengundurkan diri sebagai anggota DPR ketika ditunjuk sebagai Presiden PKS menggantikan Luthfi Hasan Ishaq yang ditetapkan statusnya sebagai tersangka oleh KPK.
Pembenahan soal harta ini berlaku untuk kader-kader PKS dari kalangan mana saja. Apakah akan menjadi seorang pejabat ataupun tidak akan menjadi seorang pejabat.
Memang tidak sedikit kemudian ditemukan diantara kader-kader PKS yang kemudin dijuluki sebagai “Penumpang Gelap”, karena justru memanfaatkan kebaikan-kebaikan kader-kader PKS dengan berbagai jusrus afwan (maaf) dalam bermuamalah.
Dan kemudian, tidak sedikit pula ditemukan kader-kader PKS yang kemudian menemukan jurus-jurus instan dalam soal harta, sehingga menempuh hal-hal yang tidak diinginkan. Paling ringan adalah berhutang dan kemudian mendzalimi saudaranya dengan hutang yang tidak dibayar-bayar. Padahal memudahkan diri saja untuk berhutang adalah hal yang tidak disenangi oleh Allah SWT.
Pembenahan soal harta ini adalah sangat diperlukan. Jika kita kemudian membaca taujih-taujih Anis Matta, maka akan kita temukan bahasan-bahasan dalam hal harta. Hal ini disebabkan kematangan ekonomi sangatlah dibutuhkan. Namun tentu bukanlah dengan cara instan.
Kedua, sudah saatnya PKS berbenah soal pernikahan
Pernikahan yang akan dibahas disini bukanlah pernikahan yang pertama, namun pernikahan yang kedua, ketiga, dan keempat.
Kenapa hal ini dibutuhkan, karena isu-isu yang paling mudah untuk menjatuhka elektabilitas PKS adalah isu perempuan.
Jika kemudian dikaji, masih begitu banyak kader-kader PKS sendiri yang telah berumur, menjadi janda dan lain sebagainya, belum kembali menikah sampai dengan saat ini. Sementara kader-kader ikhwan di PKS sendiri masih sangatlah sedikit, apakah kemudian salah membuka pintu poligami pada proses ini?
Sangat sedih kemudian jika dilihat, ada kader-kader PKS yang kemudian memiliki istri kedua, ketiga dan keempat justru bukan dari kalangan “akhwat sendiri” dimana masih banyak yang belum menyicipi yang namanya pernikahan.
Tak ada salahnya seorang istri kemudian yang melihat suaminya memiliki kematangan ekonomi dan keimanan yang baik untuk menawarkan menyelamatkan para wanita salih yang belum menikah. Namun, justru aneh mereka justru bisa menahan diri ketika melihat sang suami justru menikah lagi atau justru berselingkuh dengan perempuan-perempuan yang tidak jelas kesalihan dan keimanannya.
Hal ini yang kemudian dirasa diperlukan untuk PKS segera melakukan pembenahan. Mungkin pembenahan ini dirasa sedikit tidak masuk diakal apalagi kemudian menjadi “Surga Yang Tak Dirindukan”, padahal disetiap jalan lurus kehidupan selalu dipenuhi dengan surga-surga penantian.
Dua hal inilah yang kemudian perlu dimatangkan oleh PKS dalam melakukan pembenahan. Permasalahn harta yang tidak memandang bisa diraih dengan jalan instan, namun juga pemahaman yang untuh bahwa harta harus dijemput dan diraih dengan tanpa memandang dari mana dia datang. Permasalahan poligami, belum memasuki tahapan praktek, masih sekedar penyadaran bahwa ada anjuran yang menyejukkan dalam kehidupan, namun hal ini justru dianggap tabu karena dinilai menghapus “Surga Yang Dirindukan”.
Wallahualam