serambiMINANG.com – Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akhirnya menembus level Rp14.000 per USD di luar negeri. Namun, angka tersebut hanya terjadi sekilas.
Melansir Bloomberg Dollar Index, Rupiah pada perdagangan non-delivery forward (NDF) pada pukul 13.50 WIB dolar AS masih berada di Rp13.945 per USD. Namun, lima menit kemudian dolar AS melonjak ke Rp14.001 per USD.
Meski demikian, lonjakan tersebut tidak memakan waktu yang lama. Tercatat, pada pukul 14.00 WIB dolar AS kembali ke Rp13.945 per USD. Adapun pergerakan Rupiah hari ini, berada di kisaran Rp13.882-Rp14.001 per USD, kutip serambiminang.com dari okezone.com.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, pelemahan nilai tukar rupiah hingga level Rp 15.000 per dollar AS akan menghantam permodalan lima bank nasional.
Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK Irwan Lubis mengatakan, penyataan tersebut didasarkan pada hasil stress test yang dilakukan OJK terhadap perbankan di Indonesia, tetapi Irwan enggan menyebutkan nama sejumlah bank tersebut.
“Depresiasi rupiah terhadap dollar AS jika sampai Rp 15.000 per dollar AS akan meng-hit (menghantam) permodalan satu hingga lima bank nasional,” ujar Irwan saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (12/3/2015) kutip serambiminang.com dari kompas.com.
Irwan menuturkan, terkait hasil stress test tersebut, OJK sudah memanggil manajemen bank yang kinerjanya berpotensi terganggu oleh pelemahan rupiah.
“Kalau rupiahnya Rp 14.000 per dollar AS, bank-bank di sini masih oke,” kata Irwan.
Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan hingga akhir Januari 2015 tercatat sebesar 21,01 persen, naik dibandingkan Desember 2014 yang mencapai 19,57 persen.
Menurut Irwan, peningkatan tersebut disebabkan oleh membesarnya jumlah laba yang ditahan oleh bank. Rasio tersebut juga dinilai masih jauh lebih tinggi dari batas normal yang sebesar 14 persen.
Irwan menambahkan, jika depresiasi rupiah menembus Rp 15.000 per dollar AS, maka kondisi tersebut akan mengganggu stabilitas makro ekonomi. Variabel pertumbuhan ekonomi dinilai akan mengalami penurunan, mengikuti pelemahan rupiah.
Selain itu, lanjut Irwan, pelemahan rupiah juga akan mendorong peningkatan rasio kredit bermasalah (NPL) dan sebagian besar indikator ekonomi makro.
“Kami berharap rupiah tidak tertekan lebih jauh lagi,” kata Irwan.