serambiMINANG.com – Badan Reserse Kriminal Polri menduga kasus penimbunan sapi mengarah kepada keinginan pelaku untuk menambah kuota impor hewan ternak. Penimbun diduga tidak mau memperjualbelikan sapi lokal.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (18/8), mengatakan ada surat edaran dari sebuah asosiasi pedagang sapi yang melarang penjualan.
Polisi telah menanyakan alasan pelarang tersebut kepada saksi-saksi yang sudah diperiksa. Ketika ditanyai, para saksi justru mempertanyakan mengapa pemerintah mengurangi kuota impor.
Ini berarti mau memaksa pemerintah (kuota impor). Pemerintah sedang sulit, mestinya kita membantu bukan menciptakan masalah seperti ini, stok ada, tidak dijual malah minta kuota,” kata Victor.
Victor menjelaskan, polisi menduga pelaku penimbunan ingin menciptakan kelangkaan sehingga pemerintah menambah kuota impor untuk memenuhi kebutuhan warga.
Dia juga mengatakan, jumlah sapi yang ditimbun, jika ditambah dengan sapi lokal, mungkin masih bisa memenuhi kebutuhan hingga Maret tahun depan.
Walau demikian, hingga saat ini kasus masih berada dalam tahap penyelidikan dan belum ada tersangka ditetapkan. Polisi ingin berhati-hati dalam meningkatkan status ke penyidikan dengan cara mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya.
Untuk itu, polisi telah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, serta Bea Cukai untuk memastikan apakah ada dugaan pelanggaran hukum.
Sementara itu, saksi yang telah diperiksa hingga kini berjumlah enam orang.
Pekan lalu, Bareskrim melakukan penggerebekan terhadap tempat penimbunan sapi impor dari Australia di belakang Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang. Lokasi tersebut digunakan oleh PT Brahman Perkasa Sentosa.
Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso mengungkapkan bahwa jumlah sapi yang ditemukan di lokasi berjumlah 21.993 ekor. Jumlah tersebut berasal dari dua lokasi yang dijadikan target penggerebekan.
Dari total tersebut, satu per lima sapi seharusnya sudah dipotong karena kondisinya siap potong. Namun, sapi-sapi tersebut justru dibiarkan. “Ada 4.000 yang tidak dipotong dengan alasan tidak laku jual atau tidak ada pembelinya,” kata Budi. (cnnindonesia)