serambiMINANG.com – Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban yang harus dikeluarkan oleh managemen. Laporan keuangan salah satu alat untuk memberikan informasi tentang keadaan perusahaan. Laporan keuangan yang diharapkan managemen adalah laporan yang akuntabilitas dan kredibel. Laporan keuangan tersebut mampu untuk meningkatkan kepercayaan para penggunanya, baik pengguna internal maupun eksternal perusahaan.
Laporan keuangan yang akuntabilitas dan kredibel ini juga dibutuhkan oleh perbankan. Baik perbankan umum maupun perbankan syariah. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan auditor untuk memeriksa setiap aktivitas dari perbankan, sehingga dapat memberikan opini yang sesuai. Auditor yang dimaksud di sini adalah auditor independent. Auditor yang independent memberikan hubungan yang baik dengan para investor, karena hasil audit yang mereka berikan akan menjadi satu pertimbangan bagi investor untuk tetap berinvestasi atau mengakhirinya.
Semakin berkembanganya perbankan syariah , maka dianggap perlu adanya auditor syariah. Perbankan syariah yang menjalankan aktivitasnya sesuai dengan syari’at islam, tidak mengandung riba, perjudian, penimbunan, dan tidak melakukan investasi pada perusahaan yang memproduksi barang-barang haram. Auditor syariah juga harus mempunyai independensi sebagaimana auditor eksternal. Independensi inilah yang akan memberi nilai tambah bagi auditor dan hasil auditnya menjadi lebih dipercaya. Auditor syariah biasanya disebut SSB (Shari’a Supersory Board) di Indonesia dikenal dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Independensi adalah auditor yang tidak mudah terpengaruh oleh siapapun, kondisi apapun dan cara pandang tidak memihak kepada siapapun dalam proses audit yang dilakukan. Auditor harus melaporkan setiap temuan yang didapatkan selama proses audit, dan harus menolak dari segala bentuk sogokan, tekanan dari mana pun untuk menutupi temuan yang didapatkan.
Mautz dan Sharaf (1961) membagi independensi itu menjadi dua, yaitu: real independence dan apparent indpendence. Real independence adalah auditor mampu menjaga sikap yang tidak memihak dalam pelaksaan pemeriksaan, dan kejujuran dalam mempertimbangkan fakta yang ditemukan. Sedangkan apparent independence adalah auditor bersikap tidak memihak menurut persepsi pemakai laporan.
Pada dasarnya Auditor eksternal dengan auditor syariah memiliki kesamaan dan perbedaan. Kedua auditor ini sama-sama melakukam pemeriksaaan setiap transaksi yang dilakukan oleh manajemen, kemudian memberikan pendapat sesuai dengan audit yang dilakukan dan mempublikasikan hasilnya. Dan hasil dari audit dapat memverifikasi bahwa laporan keuangan cukup mewakili dalam pemberian informasi terkait dengan aktivitas perbankan yang dilakukan.
Auditor eksternal dalam pelaksanaan audit lebih cendrung untuk menilai apakah laporan keuangan sesuai dengan trasaksi yang ada, kemudian menilai laporan sudah sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Sehingga hasil audit dapat memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan situasi ekonomi perbankan atau perusahaan.
Berbeda halnya dengan auditor syariah (SSB) melakukan audit untuk memastikan bahwa aktivitas perbankan sudah sesuai dengan ajaran islam. Laporan audit menceminkan konsistensi dari perusahaan untuk mengimplementasikan nilai syariah dalam aktivitasnya. Persyaratan independensi pada auditor eksternal tidak bisa disamakan atau ditetapkan secara kesuruhan oleh auditor syariah. Auditor eksternal diatur oleh hukum-hukum dan kode etik profesi, sedangkan auditor syariah didasari oleh keyakinan moral dan tanggung jawab kepada masyarakat.
Dalam melaksanakan proses audit, auditor syariah juga harus melaporkan segala bentuk temuan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Karena hasil dari auditor syariah ini juga akan mempengaruhi kepercayaan investor atau pemegang saham. Pemegang saham dapat diklasifikasikan menjadi tiga: (1) pemegang saham yang anable, juga ikut serta mengontrol manajemen perbankan (2) para pemegang saham yang memiliki komitmen yang kuat, sehingga hanya menginvestasikan sumber daya mereka pada lembaga-lembaga islam dan (3) pemagang saham yang berinvestasi karena alasan ekonomi, sehingga tidak terlalu memperhatikan prinsip syariah yang diterapkan oleh manajemen.
Apabila kita lihat di Indonesia, auditor syariah di Indonesia biasanya dikenal dengan Dewan Pengawas Syariah. DPS adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasioanl (DSN) pada bank (Arifin2005). Anggota DPS harus memiliki pemahaman tentang syari’at islam terutama pada bidang muamalah dan harus mengetahui tentang perbankan serta akuntansi.
Fungsi tugas DPS adalah melakukan pengawasan dan arahan atas segala aktivitas perbankan syariah agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang sudah ditetapkan oleh DSN MUI dalam fatwa-fatwanya.
Di Indonesia sekarang peran PDS lebih kepada untuk penasehat syariah bagi manajemen. Fungsi dan tujuan pokoknya belum terealisasi dengan optimal. Karena pada kenyataannya DPS yang ada di perbankan syariah sekarang masih memiliki keterbatasan keterampilan. DPS masih memiliki keterbatasan dalam pengetahuan bisnis, ekonomi, akuntansi. Kemudian tidak adanya mekanisme pengawasan yang efketif untuk perbankan syariah.
Berharap kedepannya ada DPS yang mempunyai keterampilan dari bidang syariah dan praktek bisnis serta akuntansi dalam perbankan. Kemudian adanya mekanisme yang jelas tentang tugas dan pengawasan yang dilakukan DPS. Sehingga dengan pengoptimalan fungsi dan peran dari DPS ini diharapkan bisa menciptakan perbankan syariah yang sehat dan benar-benar sesuai dengan kaidah islam serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah.
Review Jurnal Rifaat Ahmed Abdel Karim
Diresume oleh: Nilna Sabrina Mahasiswa STEI SEBI, Semester VII Jurusan Akuntansi Syariah