Beranda / Belajar Islam / Salah Langkah di Haminsatu

Salah Langkah di Haminsatu

pernikahanCinta yang telah dibina sedemikian lama antara Tansati dengan Rabiatun, akhirnya akan berujung bahagia. Para niniak mamak dan cerdik pandai serta para famili plus kolega di kedua belah pihak telah menetapkan hari H, dan undanganpun telah disebar ke seluruh pelosok nagari. Maklum yang akan menikah adalah “urang barado” pesohor dari para tetua adat.

Di kampung itu sebuah pesta besar tujuh hari tujuh malam sedang dipersiapkan, tambur telah didentam-dentamkan, lenggok penari dalam segala macam latihan dimulai sudah. Alangkah gembiranya hati Tansati dan Rubiatun, setiap hari hubungan di antara mereka semakin lengket. Sampai-sampailah sakik mato urang mancaliak, bantuaklah laki bini sajo. Ungkapan mesra dan sebutan sayang “papa-mamapun” diumbar, meski belum nikah dan punya anak. Lakek lah sabana lakek, ndak tatunggu hari isuak. Sehari menjelang hari H, terjadilah “sesuatu” yang tak seharusnya terjadi. Terjadilah “sesuatu” yang seharusnya dilakukan besok malam setelah akad nikah.

Apa daya, nasi sudah berubah menjadi bubur ayam. Bubur yang kecek Tuak Leman adalah makanan orang sakit di rumah-rumah sakit. Rabiatun menangis terisak di tepi ranjang: “Uda, lah salah karajo wak ko mah”. Tansati hanya terdiam, menyesal menggigit bibir. Di wajah mereka airmata sesal bergulir tak henti mengiringi kesedihan. Malam itu Rabiatun tak bisa tidur, pikirannya bermacam-macam, sesuatu yang terlarang yang telah mereka lakukan itu sangat berbahaya. Tansati dan Rabiatun meski besok tetap akan dinikahkan, namun dari sudut pandang agama Tansati tak bisa lagi “mendatangi” Rabiatun.

Harus bisa dipastikan sebelumnya apakah Rabiatun hamil atau tidak, andai saja hamil, maka anak harus dilahirkan terlebih dahulu, kemudian nikah diulang kembali dan setelah itu Tansati baru sah berhajat dengan Rabiatun. Jadi konsekuensinya sangat berat, di samping berdosa interaksi biologispun akan tertunda sangat lama. Sekarang yang jadi persoalan bernasab atau bergaris keturunan kepada siapakah bayi yang baru lahir itu?

Baca :   Perlukah Adanya Mata Kuliah Cari Jodoh di Indonesia?

Agama mengatakan meski secara DNA sudah sangat jelas siapa ayah si anak, namun “nasab” jatuh ke tangan ibu. Ya, karena anak terlahir hasil dari kolaborasi keliru bernama perzinaan, maka garis keturunannya wajib dari Ibu, tidak boleh dari ayah. Begitu tragisnya nasib sang ayah, jika mengoperasikan pabrik sebelum gunting pita dilakukan.

Membandingkan aspek agama terhadap anak yang akan dilahirkan dengan dirinya sendiri, Rabiatun haqul yakin dia adalah anak bukan hasil perzinaan dan so pasti itu berarti adalah anak yang terlahir dari orang tua hasil perkawinan yang sah, lalu mengapa sampai saat ini para tetua adat dikampungnya masih sangat pede bernasab ke Ibu? Kehaqulyakinannya menjadi tergerus berujung tanya: “Apakah dia juga adalah hasil dari produk selingkuh?” Entahlah ….. Jika terlalu dipikirkan akan membuat “pusing pala berbie”, dia dan Tansati telah salah dalam melangkah, segudang masalah telah menunggu di depan. Esok dia akan pesta, entah akan gagah melangkah atau malah terhuyung di atas panggung.

Malam semakin larut, beberapa kosa kata menghiasi mimpinya: “nikah, zina, nasab, matrilinial”. Sebuah lagu mengakhiri mimpinya:

Ampunkan denai nan yo mande
Bukan denai malawan mande
Den turuikkan kato hati den
Sansaro badan kasudahannyo
Ampunkan denai nan yo mande

17 Februari 2016
Oleh : Kari Sutan

Lihat Juga

Tentang han

Sedang BELAJAR.... dan terus BELAJAR

Lihat Juga

Begini Jadinya Jika Pesta Pernikahan Dijaadikan Bisnis

serambiMINANG.com – Kaya emang iya. Rumah yang dikontrakan saja ada 10 unit. Belum lagi koleksi …

Tinggalkan Balasan

Salah Langkah di Haminsatu - Serambi Minang