serambiMINANG.com – Saya bertemu dengan beliau, Yusuf Nada pada acara 9th international conference of muslim youth cultural cooperation yang diadakan oleh IIFSO (international islamic federation of student organizations) di Istanbul tahun 2014. Saya menghadiri acara tersebut dengan beberapa kawan saya, termasuk putra dari Gubernur Jawa Barat yang saya cintai, lalu menantu dari wakil ketua DPRD Jawa Barat yang juga saya cintai, juga bersama Ketua KAMMI saat ini (saat itu beliau belum menjadi ketua KAMMI). Di acara itu pula saya bertemu dengan manusia luar biasa, Doktor Arya Sandhiyudha yang saat itu beliau menjabat sebagai ketua PPI Turki dan belum mendapat gelar Doktor. Dan saya juga bertemu dengan beberapa kawan lainnya, termasuk didalamnya ketua PPI Istanbul saat itu Irfan Fikri. Acara yang menarik, dan penuh pembelajaran. Pembicara-pembicaranya banyak yang berasal dari tokoh-tokoh Muslim Brotherhood dan tokoh dari partai Sadeet, dan beberapa tokoh lainnya.
Momen yang tak terlupakan adalah bertemunya saya dengan Yusuf Nada. Profil beliau sudah pernah saya baca sebelum saya bertemu langsung dengannya. Saya banyak membaca profil tokoh-tokoh, termasuk didalamnya tokoh-tokoh dari beberapa pergerakan yang ada di dunia, baik pergerakan Islam maupun tidak.
Saya banyak membaca profil tokoh-tokoh dari Muslim Brotherhood, seperti imam syahid Hasan Al-Banna, Yahya Ayyash, Izuddin Al-Qassam, Syaikh Ahmad Yasin, dan termasuk juga Yusuf Nada.
Sedikit Profil dari Yusuf Nada. Beliau adalah konglomerat Muslim di era modern, dan dapat saya katakan, bahwa beliau adalah Utsman di era modern seperti ini. Beliau menanggung biaya dakwah yang luar biasa besar di Eropa, Arab hingga Amerika. Bisnisnya raksasa, bahkan dengan urusan bisnisnya mampu mendudukan penguasa-penguasa negara di hadapannya. Itu menggambarkan seberapa raksasa bisnis yang dimilikinya. Beliau berdomisili di Swiss.
Dan menurut saya, bukan hanya julukan Utsman di era modern, beliau juga pantas mendapatkan julukan Amr bin Ash di era modern karena keahliannya dalam mediasi atau diplomasi. Beliau pernah mendamaikan Arab Saudi dan Yaman akibat sengketa perbatasan. Dan Yaman menawarinya 5% dari keuntungan sebuah Bank atas jasanya, tapi beliau menolak. Beliau ikhlas melakukannya, walaupun kehilangan puluhan ribu dollar pada saat itu, simak perkataanya ini: “Saya mengeluarkan puluhan ribu dollar untuk mendapatkan dokumen asli dan resmi terkait perbatasan Arab Saudi dan Yaman. Dari kantong sendiri. Mediasi ini biar Allah yang membayar, Bagi IM, andai dari mediasi itu berkurang darah yang tumpah, kalau bisa sebaiknya tidak ada, itu sudah cukup. Kami cinta damai dan keadilan,”
Dan beliau juga membantu mediasi-mediasi tingkat tinggi lainnya. Beliau mengatakan, dakwah Ikhwan adalah dakwah yang tulus, tidak pamrih. Dan mediasi itu adalah termasuk dari dakwah, termasuk kedalam perdamaian. Dia sempat dibina secara langsung oleh imam syahid Hasan Al-Banna. Dan mengalami pembinaan di Ikhwan selama lebih dari 60 tahun. keihlasannya sungguh sangat luar biasa.
Dan yang paling manarik dari kisah Yusuf Nada menurut saya adalah, Kisah ketika beliau di penjara oleh Rezim Gamal Abdul Naser. Berikut kutipan dari bukunya “Inside The Muslim Brotherhood”
“Yusuf (23th) ditangkap karena dia anggota IM. IM dituduh Jamal Abdul Nasser melakukan kudeta. Dia digelandang dari Alexandria menuju penjara militer di Kairo, tanpa pengadilan. Di sana, selama dua tahun, dia mengalami penyiksaan seperti anggota IM lainnya. Posisi keluarga dan jaringan orang tuanya yang luas menahan tangan penyiksa untuk membunuhnya.
“Kami disuruh berlutut di dalam lumpur, meletakkan tangan di dinding depan kami. Sementara matahari bersinar terik. Jika tangan kami turun, cambuk penjaga juga turun ke kami. Berjam-jam. Banyak yang akhirnya tumbang dan dibawa entah ke mana. Saya tidak menemui mereka lagi.”
Dalam penjara, Yusuf menyaksikan dan mengalami penyiksaan yang bahkan iblis saja mungkin tidak akan bisa menciptakannya. Ada tong penuh kotoran manusia. Seorang lelaki diikat kaki-tangannya dan dicelupkan ke dalamnya, kepala lebih dahulu. Dia lalu dicambuki hingga penyiksa mendengar kalimat yang mereka inginkan keluar dari lelaki itu. Ada juga lelaki yang dipaksa mengucapkan hinaan akan Mursyid ‘Am, tapi dia menolak. Penjaga membenamkannya ke dalam tong sampai dia megap-megap.
Ada sel kecil semacam kolam tinggi yang diisi air dan es balok. Begitu membekukan, orang tidak akan bisa berdiri di dalamnya. Ada yang hanya tahan lima menit. Setelah direndam dalam air es beku itu, mereka memasangkan ikhwan di kayu salib, mencambuki mereka, memotong daging mereka dengan pisau.
Satu kali, tersisa satu porsi makanan di klinik karena ada yang meninggal. Yusuf yang sedang di klinik disuruh mengantarkan ke sel 13. Penghuni sel gelap berkata, ‘Berikan ke sel di sebelah. Dia lebih butuh.’ Yusuf menemukan sumber suara itu. Hanya mata merah dan mulut yang terlihat. Badan lelaki itu terbakar, hitam, tak bisa dikenali. Yusuf membawa makanan ke sel sebelah. ‘Dia lebih memerlukan daripada saya….’ Sampai ke satu sel. Dalam sel itu nampak bagian-bagian lelaki. Bagian tubuh antara dua kakinya habis diterkam anjing yang dilaparkan.
Pengalaman di penjara membuat Yusuf anti kekerasan. Apapun akan dia lakukan untuk mencegah tumpahnya darah orang yang tidak bersalah.” (Inside The Muslim Brotherhood)
Ini adalah kisah yang sangat menarik bagi saya. Persaudaraan yang mencapai klimaksnya. Bagaimana seseorang di penjara yang sungguh menderita, lebih mengutamakan saudara-saudaranya daripada dirinya. Ini mirip dengan kisah Persaudaraan Klimaks di Perang Yarmuk. kisah dari al-Harits bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal dan Suhail bin Amr. Kisah yang mampu membuat hati kita gerimis oleh rasa kagum.
Harapannya dengan tulisan ini, semoga masih ada generasi-generasi muslim di masa depan yang persaudaraannya klimaks seperti kisah yang saya kutip.