serambiMINANG.com – Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.(QS Al Baqarah ayat 186)
Ramadhan adalah waktu yang berkah. Menarik bila kita perhatikan rangkaian ayat Ramadhan di QS Al Baqarah ayat 186 bahwa Allah itu dekat. Allah menyatakan akan mengabulkan doa orang-orang yang berdoa. Ini menunjukkan Allah sangat dekat terhadap hambaNya, terutama di bulan Ramadhan.
Apakah di luar bulan Ramadhan Allah tidak dekat? Allah dekat di semua bulan. Hanya Allah sungguh teramat sangat dekat saat Ramadhan. Karena Allah sangat dekat, maka ibadah PASIF seperti i’tikaf (di 10 hari terakhir Ramadhan) mencukupi untuk mendekatkan diri pada Allah di bulan Ramadhan. Menarik bila kita sadari ibadah i’tikaf sama pasifnya dengan puasa. Hanya berdiam diri saja. Kepasifan ini justru berguna untuk mengaktifkan pikiran dan hati. Pikiran dan hati tersebut dalam rangka mengingat Allah SWT.
Adapun fisik pada dasarnya pasif. Cukup diam saja di Masjid jami setelah niat. Kalau pun membaca Al Qur’an dan lain-lain sewaktu i’tikaf pada dasarnya bukanlah rukun dari i’tikaf. Boleh dilakukan, boleh juga tidak.
Bagi saya, i’tikaf merupakan perluasan ibadah puasa Ramadhan. Perhatikan: pada saat puasa di siang hari, kita dilarang makan-minum dan BERHUBUNGAN sex suami isteri. Jadi malamnya boleh dong. Pada saat i’tikaf di malam hari, meski makan-minum boleh tapi berhubungan sex suami-isteri dilarang. Ini yang saya sebut perluasan. Perluasan larangan.
Puasa dan i’tikaf ini dalam rangka kita mendekatkan diri pada Allah SWT, karenanya Allah pun mendekat dan lebih mendekat lagi di bulan Ramadhan.
Allah mendekat di bulan Ramadhan, hambaNya pun mendekat. KLOP. Indah nian gambaran ini! Pantas kalau kemudian goalnya SANGAT SERIUS, yaitu agar bertakwa.
Jadi, Ramadhan adalah peluang kedekatan dengan Allah SWT. Bila telah dekat dengan Allah SWT, segala persoalan hanya SEPELE belaka. Pernyataan ini tidak dalam konteks menyepelekan, hanya menunjukkan betapa hebatnya kedekatan dengan Allah. Seorang penjual es dari Mampang Jakarta sangat yakin hal ini. Dia meninggalkan keluarga untuk i’tikaf di 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Sebelumnya dia telah mengumpulkan uang untuk bekal keluarga sehari-hari selama ditinggal i’tikaf Ramadhan. Tekadnya kuat untuk memperbaiki nasibnya. Akhirnya dia bisa memaksimalkan kedekatannya dengan Allah. Anak-anaknya pun tumbuh dengan berkah. Ada yang jadi pilot dan ada yang kuliah S-2. Benarlah firman Allah SWT dalam QS Ath Thalaq ayat ke 2: Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya akan diberikan jalan keluar (solusi).
Untuk menumbuhkembangkan pohon takwa itu, Allah SWT menghadirkan “perkawinan” waktu/bulan berkah (Ramadhan) dengan ibadah berkah (puasa). Saya menyebutnya “perkawinan” dua keberkahan. Berkah di atas berkah. Sinergi dua keberkahan. Karenanya, cukup dua ibadah pasif sebagai aktornya. Tentu lebih baik bila ibadah-ibadah aktif (tilawah Al Qur’an, sedekah, tarawih, doa dan sebagainya) ikut mendukung sebagai “aktor pembantu” untuk “film” Ramadhan ini.