serambiMINANG.com – Salah satu keistimewaan Ramadhan adalah adanya perluasan keberkahan malam. Yang hari biasa hanya 1/3 malam diluaskan menjadi seluruh malam. Karena itulah, ibadah shalat tarawih disunnahkan pada malam-malam Ramadhan. Waktunya diperkenankan dari setelah shalat ‘Isya. Sungguh enak tenan.
Shalat tarawih ini dalam rangka qiyam Ramadhan. Jika siang kita diwajibkan shiyam (puasa), malamnya kita disunnahkan qiyam. Kalau sukses shiyam dan qiyam, hidup kita tentu sangat nyam-nyam. Bahagia dunia dan akhirat; berakhirlah masa silam yang kelam, terobati luka jiwa yang dalam.
Dalam kaitan shalat tarawih ini sering diperdebatkan tentang bilangannya. Ada yang 8 rakaat, 11 dengan witir, ada 20 raka’at, 23 dengan witir. Selain itu ada yang 36 raka’at dan lain-lain. Mengapa bilangan raka’at ini berbeda-beda? Beranikah para sahabat Nabi dan juga imam 4 mazhab menyelisihi Nabi Muhammad SAW?
Saya sangat yakin para shahabat Nabi dan 4 imam mazhab tidak akan pernah menyelisihi Nabi Muhammad SAW. Bagaimana dengan Anda? Kenyataannya terjadi bilangan shalat tarawih yang berbeda-beda, padahal hadits shahih menunjukkan Nabi Muhammad SAW melakukan 8 raka’at saja. Karenanya, saya cenderung dengan pendapat yang menyatakan tarawih bukan persoalan jumlah. Ini bukan persoalan jumlah raka’at untuk dipertengkarkan. Ini persoalan qiyamullail di bulan Ramadhan.
Yang menarik adalah penamaan shalat tarawih itu sendiri.
Tarawih akar katanya dari rawaha yang artinya rehat atau “santai”.
Karenanya, di Pekalongan tempat saya dilahirkan, shalat tarawih dilakukan dengan rehat. Saat rehat dilantunkan puji-pujian. Sampai saat ini saya belum pernah menjumpai hadits yang menunjukkan Nabi SAW melakukan itu. Ataukah Anda pernah menjumpainya?
Jadi jelas para jama’ah itu telah menafsirkan rehat (tarawih) dengan caranya sendiri. Dan itu memperkaya hasanah budaya Islam. Saya berharap dengan menghayati makna rehat dalam tarawih kita tidak tegang dalam beragama. Biasa saja. Bikin mudah saja, asal tidak keterlaluan dalam memudah-mudahkan hingga melenceng.
Yassiruu wa laa tu’assiruu. Permudahlah oleh kalian, jangan kalian persulit! Jadi, ingat tentang sahabat Umar bin Khattab ra. Saat Umar ra masuk Islam, ayat yang meluluhkan hatinya adalah salah satu ayat QS Thoha yang menyatakan agama ini tidak untuk menyempitkan
kita. “Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” (QS Thoha ayat 2)
Ingat juga bagaimana Nabi Muhammad SAW menghadapi orang badui yang ngacar (kencing sembarangan) di dalam masjid. Nabi Muhammad SAW santai saja. Bukannya marah dan main pukul, Nabi Muhammad SAW justru memberikan solusi. Siram itu najisnya dengan air. Si Badui pun menjadi sadar diri.
Begitulah, dengan shalat tarawih kita diminta untuk lebih rileks dalam menghadapi persoalan. Dengan rileks akan keluar pikiran jernih. Semoga berapapun tarawih yang akan kita lakukan di Ramadhan nanti, kita bisa rileks shalat tarawih dan menemukan banyak inspirasi solusi.