serambiMINANG.com – Ramadhan telah usai tahun ini, kegembiraan yang terpancar dari wajah-wajah tampak seolah baik-baik saja setelah meninggalkan Ramadhan.
Perginya Ramadhan tahun ini menandakan bolehnya makan di siang hari dengan tenang di emperan rumah makan di tengah pasar. Kalau sebeliumnya perlu sembunyi-sembunyi untuk menelan sesuap nasi, kini bisa dilakukan dengan terang-terangan.
Perginya Ramadhan tahun ini menandakan kosongnya masjid-masjid yang biasa penuh sebulan penuh, atau pada awal-awal bulan ramadhan saja. Masjid telah dilatih untuk menjadi sepi kembali setelah penuh sesak di awal Ramadhan dan dengan pengunjung yang terus berkurang hingga akhir Ramadhan kembali sepi.
Perginya Ramadhan tahun ini menjadikan mulut-mulut bebas berbicara sesuka hati di pagi, siang, dan petang menceritakan aib-aib saudara, kenalan, teman, dan bahkan aib sendiri dengan lepasnya. Setelah sebulan penuh mulut ini seolah terkunci dengan mengkambing hitamkan hilangnya pahala puasa. Kini? jangan ditanya seberapa cepat gerak mulut dan lidah menceritakan hal-hal yang harusnya tidak diceritakan.
Perginya Ramadhan tahun ini menjadikan perut-perut yang kempes membuncit kembali, entah itu dengan makanan-makana halal atau haram. Bulan Ramadhan kemarin memaksa makanan untuk enggan mengisi kekosongan rongga perut, kalau sekarang undangan telah disebar kemana-mana. Sebaiknya timbang berat badan dahulu dan lihat grafik peningkatan berat badan dimulai dari H+1, H+2, sampai H+30 Ramadhan.
Perginya Ramadhan tahun ini menandakan tidur malam akan kembali nyenyak tanpa harus begadang shalat Tarwih selepas Isya’. Jam tidu akan normal kembali.
Alhamdulillah, penyiksaan selama Ramadhan telah berakhir.
Lalu apa yang kita peroleh dari Ramadhan tahun ini?
Sebuah tanda tanya besar yang harus kita cari sendiri jawabannya..