serambiMINANG.com – Islam merupakan suatu agama yang lengkap mengatur kehidupan manusia dari A sampai Z dan dari luar sampai yang paling terdalam sekalipun. Tidak ada-hal-hal yang dipandang remeh oleh islam sehingga luput dari pengaturan ALLAH. Tidak ada agama yang begitu lengkap dan mengalahkan islam dalam kesempurnaannya.
Allah telah mengatur apa yang boleh dan apa yang dilarang ALLAH untuk dilakukan manusia. Dengan adanya aturan dari ALLAH, umat islam tidak menjadi terlalu ekstrim dalam membatasi kehidupan seperti yang dilakukan kaum brahmana Hindu dan Rahib Kristen. Hal ini juga menjadikan umat islam tidak terlampau bebas sehingga membolehkan segala sesuatu untuk dilakukan.
Jika tidak ada kejelasan tentang batas-batasan yang boleh dilakukan dan yang dilarang dari ALLAH tentulah umat manusia akan bingung dan tersesat sehingga cendrung untuk menzhalimi diri sendiri seperti ara rahib kristen, atau menzhalimi orang lain seperti aliran masdak yang muncul di Parsi.
“Sungguh rugilah orang-orang yang telah membunuh anak-anak mereka lantaran kebodohannya dengan tidak mengarti itu, dan mereka yang telah mengharamkan rezeki yang Allah sudah berikan kepada mereka (lantaran hendak) berdusta atas (nama) Allah; mereka itu pada hakikatnya telah sesat, dan mereka itu tidak mau mengikuti pimpinan.” (al-An’am: 140)
Dengan petunjuk dari ALLAH kita menjadi tahu apa yang halal untuk dilakukan sehingga kita bisa meraihnya dengan tenang. ALLAH juga menjelaskan apa-apa yang haram dilakukan sehingga kita bisa menjauhinya.
“Apa saja yang Allah halalkan dalam kitabNya, maka dia adalah halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka dia itu adalah haram; sedang apa yang Ia diamkannya, maka dia itu dibolehkan (ma’fu). Oleh karena itu terimalah dari Allah kemaafannya itu, sebab sesungguhnya Allah tidak bakal lupa sedikitpun.” Kemudian Rasulullah membaca ayat: dan Tuhanmu tidak lupa.2 (Riwayat Hakim dan Bazzar).
Dasar pertama yang ditetapkan Islam, ialah: bahwa asal sesuatu yang dicipta Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali karena ada nas yang sah dan tegas dari syari’ (yang berwenang membuat hukum itu sendiri, yaitu Allah dan Rasul) yang mengharamkannya. Kalau tidak ada nas yang sah –misalnya karena ada sebagian Hadis lemah– atau tidak ada nas yang tegas (sharih) yang menunjukkan haram, maka hal tersebut tetap sebagaimana asalnya, yaitu mubah.
seperti contoh yang tergambarkan dalam hadis berikut.
“Rasulullah s.aw. pernah ditanya tentang hukumnya samin, keju dan keledai hutan, maka jawab beliau: Apa yang disebut halal ialah: sesuatu yang Allah halalkan dalam kitabNya; dan yang disebut haram ialah: sesuatu yang Allah haramkan dalam kitabNya; sedang apa yang Ia diamkan, maka dia itu salah satu yang Allah maafkan buat kamu.” (Riwayat Tarmizi dan lbnu Majah)
Lagi-lagi kita harus terus meningkatkan rasa syukur kita kepada ALLAH yang telah menunjuki jalan hidup kita sesuai dengan arahannya. Ada yang dihalalkan, ada yang diharamkan.
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
disadur dari Buku Halal dan Haram Dalam Islam