serambiMINANG.com – Fiqih mengatur segala aspek kehidupan manusia agar sesuai dengan syariat (syar’i).
Baik kehidupan pribadi maupun hubungannya dengan makhluk lain. Selama 24 jam dalam sehari, dan 7 hari dalam seminggu. Kelak, semua itu harus ia pertanggung jawabkan di hadapan Allah.
Sementara Akhlak Mahmudah adalah tabiat, tingkah laku atau perangai baik dan patut, yang harus dijaga oleh setiap muslim agar senantiasa terjaga keharmonisan hubungan dengan makhluk di sekitarnya, khususnya antar sesama manusia.
Dalam hal pernikahan, misalnya;
Dalam Fiqih, suami boleh ‘menghukum’ istrinya jika nusyuz (meninggalkan perintah suami, menentangnya dan membencinya), dengan tingkatan yang diatur dalam QS. An-Nisa; 34. Yakni dengan Nasehat/ Teguran. Jika tidak ‘mempan’, maka dengan memisahkan tempat tidur. Jika tidak ‘mempan’ juga, maka dengan pukulan yang tidak memberi rasa sakit sedikitpun.
Jika suami menegur atau bahkan memukul istrinya yang sedang nusyuz di depan umum, ini “Syar’i Tapi Tidak Patut.”
Mengapa?
Sebab, itu akan membuat istrinya malu, dan menjatuhkan kehormatannya. Padahal, kehormatan istri menjadi penopang kemuliaan seorang suami. Pesan yang disampaikan suami tidak akan tertangkap sebagai nasihat, namun justru menjadi bumerang. (inilah)