serambiMINANG.com – Jakarta – Produksi minyak mentah hasil kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) seharusnya bisa dimanfaatkan PT Pertamina (Persero) untuk mengurangi kebergantungan terhadap impor.
Masalahnya, perusahaan pelat merah itu justru menolak membeli hasil minyak Blok Cepu yang secara jelas berada di dalam negeri.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman mengatakan, selama ini Pertamina mengeluh tidak memperoleh hasil minyak yang sesuai dengan kompleksitas kilang di dalam negeri. Karenanya, Pertamina justru melakukan ekspansi ke luar negeri.
Contohnya saja, Pertamina membeli saham 24.5 % senilai 201,5 juta Euro pada perusahaan Maurel & Proum ( MP ) di Perancis dengan asetnya di Negeria, Gabon dan Tanzania yang produksi tidak sampai 27 ribu barel per hari (bph).
Padahal saat ini operator Blok Cepu telah meminta persetujuan untuk meningkatkan produksi minyak ke level 205 ribu bph dari sebelumnya 165 ribu bph. “Anehnya dari info didapat katanya ISC Pertamina tidak berminat membelinya. Padahal dari peningkatan lifting yang saat ini 165 ribu bph menjadi 205 ribu bph tentu sangat membantu kebutuhan kilang Pertamina,” tutur Yusri, Minggu (18/9/2016).
Sebagai informasi, porsi saham operator sebagian dikuasai Exxon Mobul Cepu Limited (EMCL) sebesar 45%, Pertamina EP Cepu (PEPC) 45%, serta konsorsium perusahaan daerah 10%.
“Sehingga ada bagian Pertamina EP Cepu yang porsinya sama dengan EMCL 45% ditambah bagian Perusda 10%. Artinya kalau ditotal bagian negara bagian Pertamina dan Perusda bisa masuk ke kilang Pertamina , tentu akan sangat mengurangi impor minyak mentah dari luar negeri,” tutur dia.
Faktanya bagian negara , bagian Pertamina dan Perusahaan Daerah dari bagi hasil tidak diambil oleh ISC Pertamina. Kalau informasi tersebut benar tentu menjadi pertanyaan besar atas sikap dan kebijakan fungsi ISC Pertamina. “Maka Direksi Pertamina harus bisa menjelaskannya ke publik,” kata dia. (inilah)