serambiMINANG.com – Fantastis, itulah komentar yang terucap setelah mendengar laporan yang diungkap oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tentang keuntungan yang diraup oleh oknum pembuat obat palsu. Tak kurang dari dua triliun rupiah per tahun keuntungan yang didapat oleh oknum tak bertanggung jawab tersebut.
Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi menyampaikan hal tersebut dalam diskusi “Obat Palsu, Siapa Mau?” di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/9/2016) kutip serambiminang.com dari teropong senyan.com . Bisnis ilegal ini, kata Sularsi, mampu memberikan keuntungan yang menggiurkan.
“Tidak dipungkiri bahwa peredaran obat palsu mampu menciptakan keuntungan yang cukup besar hingga Rp 2 triliun per tahun. Sebab, pasar yang diciptakan mencapai 250 juta jiwa,” kata Sularsi.
Ia juga mengatakan, peredaran obat palsu bukan hal yang baru di Indonesia. Kasus ini sudah ada semenjak beberapa tahun yang lalu.
“Peredaran obat palsu sudah lama sekali. YLKI pernah mendapat pengaduan 10 tahun lalu. Masyarakat (menilai) ada yang janggal terhadap obat yang dibelinya,” ungkapnya.
Menurut Sularsi, pihak yang dirugikan dalam kasus peredaran obat palsu adalah masyarakat. Bahkan, kata dia, dampak dari konsumsi obat palsu dapat memengaruhi generasi penerus bangsa.
Dia menjelaskan, tak mudah membedakan antara obat asli dengan palsu. Sebab, secara kasat mata obat asli dan palsu terlihat sama, dari kemasan hingga warna obat.
“Peran masyarakat yang harus lebih jeli meilhatnya. Harus dicek secara detail kemasannya, karena secara visual memang tidak bisa dibedakan yang asli dan palsu,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Direktorat V Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Mabes Polri bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengamankan 42 juta obat ilegal, baik palsu maupun yang tak mempunyai izin edar di lima gudang, di Kompleks Pergudangan Surya Balaraja, Banten, Jumat 2/9/2016. Nilainya mencapai Rp 30 miliar.