Merajut Kebhinekaan Melalui Pendidikan Karakter Kebangsaan - Serambi Minang
Beranda / Opini / Merajut Kebhinekaan Melalui Pendidikan Karakter Kebangsaan

Merajut Kebhinekaan Melalui Pendidikan Karakter Kebangsaan

serambiMINANG.com – Indonesia merupakan bangsa yang besar. Dengan semboyannya yang khas “Bhinneka Tunggal Ika”, yang bermaksud walaupun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap satu kesatuan. Bangsa yang besar, bukan sekedar terlihat dari ukuran luasnya wilayah negara ataupun sekedar jumlah angka dari sumber daya alam yang ada. Namun bangsa yang besar bisa terlihat dari kesatuan yang terjalin dari kemajemukan suku, budaya, agama, dan berbagai perbedaan lainnya. Bangsa Indonesia bolehlah sedikit bereuforia, dengan keberakenaragaman yang ada serta riwayat panjang sejarah, Indonesia mampu meraih kemerdekaannya dengan perjuangan, bukan hadiah dari negara penjajah. Indonesia dengan berbagai perjuangan sejarahnya, juga telah mampu melahirkan tokoh-tokoh yang dikenal oleh seluruh dunia, sebut saja Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Buya Hamka, dan banyak tokoh yang berperan dalam berdirinya Republik ini, maupun perubahan dunia.

Mengutip paparan Agung Pribadi dalam bukunya yang berjudul Gara-Gara Indonesia, “Bangsa Indonesia punya banyak peran dalam sejarah dunia. Tidak hanya manusianya, alam Indonesia juga banyak mempengaruhi sejarah dunia. Banyak peristiwa besar dalam sejarah terjadi karena dipengaruhi oleh Indonesia”. Sebagai contoh, sebut saja satu peran Indonesia dalam perubahan dunia adalah sumbangsih tanah Indonesia dalam memberantas penyebaran wabah Malaria. Pada akhir abad ke-19, kontribusi Indonesia mencapai dua pertiga dari penghasilan Kina dunia (chincona). Yang mana tanaman ini merupakan bahan baku pembuat pil kina yang berfungsi untuk mengobati malaria, dan Indonesia ketika itu berperan besar dalam produksi masal obat tersebut yang bermanfaat bagi pelayanan kesehatan dunia. Sumber : buku Gara-Gara Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, belajar dari refleksi sejarah Indonesia. Tentunya hal tersebut bisa sebagai modal utama bagi bangsa Indonesia dalam pendidikan moral dan karakter kebangsaan. Melirik lebih jauh kedalam bangsa Indonesia itu sendiri, sebenarnya negara ini sudah memiliki modal dalam merajut kebhinnekaan yang berujung pada pembentukan karakter manusianya. Tiga modal pokok yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yaitu : modal sejarah, modal ruhaniah dan modal intelektual. Modal sejarah disini berperan sebagai refleksi bagi manusia Indonesia yang pada hakikatnya mengajarkan kepada kita bahwa Indonesia adalah negara yang kuat, negara yang berdiri di atas kakinya sendiri. Kedua yaitu modal ruhaniah, yang maksudnya adalah Indonesia memiliki keberanekaragaman agama dan budaya, yang sampai saat ini masih terjalin dengan harmonis, walaupun beberapa fakta sejarah pernah menunjukkan bahwa Indonesia tidak terlepas dari keretakan internal dari kemajemukan itu sendiri. Tetapi tentunya ini sebagai pelajaran berharga yang memperlihatkan bahwa, bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu keluar dari kemelut yang dihadapi oleh manusianya.

Ketiga yaitu modal intelektual. Pada bagian ini, kita bisa belajar bahwa modal keberanekaragaman bangsa Indonesia adalah intelektual yang lahir dari orang-orang hebat dahulunya. Sebut saja salah seorang tokoh yang mempelopori lahirnya intelektual bangsa Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara. Sosok yang dikenal dengan sebutan Bapak Pendidikan ini melahirkan slogan Tut Wuri Handayani yang bermakna seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Salah satu implementasinya adalah dalam dunia pendidikan (baca:intelektual). Seseorang tentunya mesti mampu menularkan hal positif kepada orang lain. Misalnya, seorang guru yang mentransfer ilmu kepada muridnya. Jadi modal intelektual ini memiliki peran yang cukup penting dalam menanamkan karakter kepada manusia Indonesia, terutama diranah pendidikan. Yang mana modal ini jika diaplikasikan sebagaimana mestinya mampu merajut kebhinnekaan yang ada pada setiap diri manusia Indonesia.

Baca :   Menlu Denmark : Islam Di Indonesia Bisa Dijadikan Contoh Bagaimana Islam ‘Seharusnya’

Berbicara mengenai kebhinnekaan serta peran pendidikan karakter kebangsaan untuk merajut kebhinnekaan tersebut, merupakan salah satu pekerjaan rumah bagi seluruh masyarakat Indonesia. Ini bukan hanya tugas dari guru, kepala sekolah, dan pejabat pemerintah. Namun semua elemen mesti terlibat, apakah itu orang tua, masyarakat, media massa dan semua elemen yang berharap terwujudnya kebhinnekaan yang menjadi tumpuan dalam bernegara. Salah satu masalah pokok yang masih hinggap dalam wajah pendidikan Indonesia adalah masalah keteladanan. Persoalan ini bisa menjadi penghambat bagi kita selaku warga negara dalam mewujudkan pendidikan karakter yang seharusnya. Sebagai contoh misalnya dalam lingkungan sekolah, masih banyaknya guru yang belum berperan maksimal dalam bertugas.

Masalah-masalah klasik yang terkadang terjadi pembiaran bisa membudaya dan bisa merusak tatanan pendidikan itu sendiri, seperti: tidak disiplin ketika datang ke tempat tugas, malas, korupsi, tidak inovatif, belum peduli terhadap persoalan murid dan berbagai masalah lainnya. Dari masalah tersebut tentunya kita bisa melihat ketimpangan atas siapa yang mesti ditiru dan diteladani. Sementara dalam mewujudkan pendidikan karakter, keteladan menjadi modal utama selain faktor-faktor lainnya yang menunjang pendidikan itu sendiri. Ketika keteladanan telah terpatri dalam diri setiap pendidik, tentunya perkara-perkara lain akan mempermudah jalannya penanaman karakter kepada anak didik, sehingga kualitas mutu pendidikan akan terus meningkat, sesuai dengan model pendidikan itu sendiri yang selalu dinamis dan mengalami perkembangan.

Bukan dalam ranah pendidikan saja, keteladan ini juga menjadi poin dalam kebhinnekaan, khususnya kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Hari ini masyarakat butuh akan sosok pemimpin yang mampu membawa arah kehidupan berbangsa yang beragam ini ke arah yang lebih baik. Keteladan yang diharapkan tentunya tidak terlepas dari cara setiap pemimpin menjalankan amanah dan mengayomi setiap masyarakat, mulai dari tingkat yang terendah seperti keluarga, sampai ketingkat yang lebih luas yaitunya presiden. Ditengah keberanekaragaman yang ada, masyarakat butuh pemimpin yang adil, yang memberi pencerahan ditengah semua perbedaan serta mampu menghadirkan rasa aman ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jangan sampai wajah kepemimpinan tercoreng akibat ketimpangan sosial yang dijalankan oleh pemimpin itu sendiri, yang pada akhirnya bisa menyulut keretakan dan perpecahan diantara masyarakat. Karakter kepemimpinan yang diharapkan hari ini adalah yang mampu mendengar aspirasi setiap warga dan menjalanan amanah sesuai amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ketika itu semua telah dilaksanakan, tentunya masyarakat bisa hidup berdampingan dengan damai.

Payakumbuh, 18 April 2017

Lihat Juga

Tentang Rizki Ikhwan

Aktifis Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa dan Pegiat Di Gerakan Indonesia Beradab | Cp: 0813 7442 4626 | Email : rizkiikhwansgiv@gmail.com

Lihat Juga

Menanggapi Tulisan Berjudul Warisan (Afi Nihaya Faradisa). Andri : Ini hanya paranoid belaka!

Tulisan yang berjudul “warisan” yang ditulis oleh Afi Nihaya Faradisa di akun facebooknya menuai pro …

Tinggalkan Balasan